10/25/2019

Merawat Tradisi Khanduri Laot

 
Foto : bendera kuning (panji) yang di naikkan pada sebuah pohon sebagai tanda di langsungkan Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie

Aceh memiliki laut  sangat strategis berada pada posisi antara   2 – 6 derajat LU dan 95 – 98 derajat BT, sangat strategis letaknya bagi jalur pelayaran, sehingga posisi strategis ini sangat menguntungkan, dilihat dari geografi yang berbatasan sebelah utara dengan selat malaka, sebelah selatan dengan provinsi Sumatra selatan, sebelah barat dengan samudra hindia dan sebelah timur dengan selat malaka.

Penduduk Aceh menyebut laut dengan sebutan “ Laot ” atau terkadang disebut juga dengan “ Pasi ” dan yang termasuk didalamnya pesisir pantai atau kuala itu disebut “ Lhok “,  biasanya  digunakan oleh para nelayan untuk melakukan aktivitasnya yaitu seperti menangkap ikan.

Salah satu adat atau tradisi masyarakat Provinsi Aceh adalah mengadakan Khanduri (kenduri) laut. Khanduri merupakan perjamuan makan untuk memperingati peristiwa meminta berkah, dan lain sebagainya.

Perkembangan zaman kian maju dan modern, nilai-nilai adat dan budaya masyarakat aceh sampai saat ini masih tetap terjaga dan terus di lestarikan dengan baik.

Kabupaten Pidie misalnya, tepat di Gampong Neuhen, Kecamatan Batee, masyarakat daerah tersebut masih sangat menjaga tradisi Khanduri laut.

Bagi masyarakat gampong Neuhen, laut tidak hanya bernilai ekonomi tetapi juga memiliki nilai sosial dan nilai religi. Adanya nilai sosial dan ekonomi, fungsi sosial yaitu untuk menjaga hubungan manusia dengan manusia, adapun fungsi ekonomi yaitu menjaga keserasian antara manusia dan alam. Begitu juga nilai religi  berfungsi menjaga keserasian hubungan antara manusia dengan tuhan (Surwono, S.W, 2005 : 41) dengan kata lain, segala bentuk eksplorasi laut dan hubungan antara pelaku dalam pemanfaatan laut harus mempunyai nilai-nilai ibadah menurut syariat islam.

 
Foto : seorang Masyarakat sedang memasak kuah beulangong pada acara Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie

Selain itu Khanduri Laut di lakukan untuk mempererat silaturrahmi dan meningkatkan kekompakan nelayan, termasuk dalam interaksi sosial, interaksi sosial merupakan hubungan interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan menggunakan tindakan verbal maupun non-verbal, sehingga interaksi sosial menjadi kunci utama dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.(Soekanto, 1990).

Khanduri Laot biasanya di lakukan  pertengahan tahun atau  akhir tahun,  saat perubahan musim timur ke barat. Nah, waktu itulah dimanfaatkan oleh para nelayan Gampong Neuhen untuk mengadakan Khanduri Laot.

Hari Khanduri Laot sendiri ditetapkan oleh panglima Laot dengan mengundang semua penduduk, para pawang, orang tua gampong, dan masyarakat sekitar.

Proses pelaksanaan Khanduri Laot di mulai dengan beberapa tahapan, tahapan pertama mempersiapkan hidangan makanan yang di peruntukan untuk tamu-tamu dan  warga masyarakat yang mengikuti upacara tersebut. Semua hidangan  di siapkan oleh masyarakat Neuhen secara suka rela.

 
Foto : bendera kuning yang di naikkan pada sebuah pohon sebagai tanda di langsungkan Khanduri Laot di Pasi Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie

Tahapan selanjutnya disembelih seekor kerbau, serta mempersiapkan perlengkapan peusijuek sebagai prosesi utama dalam pelaksanaan upacara Khanduri Laot. Setelah berbagai keperluan yang digunakan untuk prosesi upacara tersedia. Maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan upacara, pelaksanaan ini di mulai pagi hari setelah shalat subuh. Nah Pada tahap ini masyarakat berpartisipasi  melaksanakan doa dan zikir bersama, maka setelah itu panglima Laot mulai memandikan kerbau yang akan disembelih, setelah selesai di mandikan di lanjutkan peusijuek oleh panglima Laot di ikuti oleh Tengku imum dan Tokoh masyarakat lainnya.

Adapun proses terakhir,kerbau yang telah disembelih dan di masak untuk disantap bersama dengan masyarakat gampong neuhen, tokoh adat, masyarakat dari luar yang ikut berpartisipasi, pejabat sipil serta militer.

Terdapat suatu hal yang unik pada pelaksanaan Khanduri Laot di mana kepala kerbau, isi dalam dan tulang belulang di bungkus dengan kulit kerbau kemudian di bawa dengan perahu dan di tenggelamkan ke laut dengan jarak yang tidak jauh dari bibir pantai.

“Pada dasarnya penyelenggaraan Khanduri Laot bertujuan untuk keselamatan para nelayan dalam melakukan pekerjaannya,  dan merupakan bentuk rasa syukur atas anugerah Tuhan Yang maha Esa atas limpahan rahmat-Nya”. Begitu penuturan dari petua adat Gampong Neuhen.

Terungkaplah fakta bahwa Khanduri Laot bukanlah memberi tumbal kepada jin seperti  persepsi masyarakat selama ini, melainkan memberi makan ikan sebagai wujud syukur atas rezeki sekaligus memanfaatkan kesempatan untuk berkreasi setelah sekian lama bekerja.

Selama tujuh hari setelah Khanduri, lokasi disekitar tulang yang di tenggelamkan tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas menangkap ikan, karena lokasi tersebut merupakan tempat untuk ikan-ikan bermain, bertelur dan menetaskan telurnya (Daud, 2004).

Larangan tersebut dipatuhi dan dilaksanakan oleh para nelayan di kawasan kuala Batee dan sekitarnya. Sebab hal ini berkenaan dengan tata cara dalam adat meuLaot.

 
Foto : antusiasnya masyarakat mengikuti acara Khanduri Laot di Pasi Beurandeh,Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie

Ada yang unik dalam kegiatan Khanduri Laot yang dilaksanakan oleh masyarakat gampong neuhen. Hampir seluruh masyarakat baik tua maupun muda ikut pergi ke pantai menggunakan bot kayu,  disana mereka berkreasi sehari penuh, seperti makan bersama  dan juga mandi laut.

Nah, Itulah sedikit ulasan singkat mengenai Khanduri Laot yang diadakan oleh masyarakat Gampong Neuhen Kecamatan Batee. Sebagai warisan budaya, Sudah sepatutnya kita sebagai generasi penerus untuk melestarikan dan menjaga adat tersebut agar  selalu ada.(an)
Read More

10/06/2019

Khanduri Blang, Adat Aceh Menjelang Musim Tanam Tiba

 
Foto : Masyarakat Gampong Bunien, Kec Simpang Tiga sedang mengambil ie sineujuek pada acara khanduri blang 

Masyarakat Aceh dikenal sebagai masyarakat yang majemuk dalam berbagai multidimensi. Hal ini karena Aceh kaya akan adat dan budaya serta kearifan lokal lainnya. Keanekaragaman budaya dan kebiasaan tersebut masih dilakukan secara turun temurun hingga sekarang, bahkan generasi muda sekarang tidak mengetahui sejak kapan kebiasaan itu di mulai. Salah satu kearifan lokal yang masih ada sampai sekarang adalah pelaksanaan Khanduri Blang (kenduri turun sawah). Acara Khanduri Blang biasanya di lakukan menjelang turun sawah (musim tanam).

Khanduri Blang merupakan ritual masyarakat petani di aceh yang di laksanakan sebagai bentuk rasa syukur kepada sang pencipta dan sebagai media penyampaian pesan kepada masyarakat tani mengenai pelaksanaan turun sawah. Khanduri Blang di laksanakan setiap bulan muharam, biasanya di adakan pada hari senin atau hari kamis yang sekaligus merupakan musim tanam tahunan dalam kelender tani di Aceh.

Semua masyarakat yang memiliki sawah dan hendak menanam padi terlebih dahulu ikut berpartisipasi dalam acara Khanduri Blang. Keikutsertaan masyarakat di dasarkan atas perintah dari Keujruen Blang (lembaga adat Aceh yang khusus mengurusi di bidang persawahan). Keujruen Blang sebagai ketua di bidang persawahan akan memberikan aba-aba dua minggu menjelang para petani turun ke sawah. Petuah Keujruen Blang sangat di segani dan di patuhi oleh petani setempat karena pada saat penanaman padi Meuseuraya (gotong royong) di sawah, aliran air dan sebagainya perlu musyawarah dengan Keujruen Blang.

 
Foto : Tgk Imum sedang menulis beberapa ayat pada sehelai kain putih pada khanduri blang di Gampong Bunien, Kec Simpang Tiga, Kab Pidie

Kenduri yang disertai pembacaan doa-doa ini dilaksanakan dengan tujuan supaya padi petani terbebas dari penyakit dan hama yang membahayakan tanaman. Seluruh masyarakat gampong dan petani serta warga gampong sekitarnya di undang untuk menikmati khanduri secara bersama-sama. Jumlah masyarakat yang di undang sesuai dengan jumlah makanan yang tersediadan pembacaan doa dipimpin oleh pemuka atau Teungku daerah tersebut. Tujuan lain dari Khanduri Blang ialah ingin mewujudkan terbangunnya silaturrahmi yang harmonis antara masyarakat. Barangkali antara masyarakat jarang berjumpa, dengan adanya acara seperti ini masyarakat gampong saling bertegur sapa dan nilai yang terkandung adalah sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas rezki yang telah Allah SWT berikan.

Khanduri Blang dilaksanakan tiga kali sejak mulai dari persiapan turun sawah hingga menjelang panen, Pada saat padi mulai menghijau (Pade Dara) masyarakat kembali melakukan khanduri kedua dan di saat musim panen tiba petani akan mengadakan khanduri ke tiga kalinya. Khanduri Blang biasanya diadakan pada hari senin dan kamis pada bulan muharam.

Salah satu contohnya adalah Khanduri Blang yang di lakukan masyarakat Gampong Bunien, Kecamatan Simpang Tiga. Khanduri Blang kali ini bertepatan dengan Khanduri Blang yang ke dua di saat padi yang telah menhijau (pade dara). Dalam kegiatan tersebut masyarakat Gampong Bunien sangat antusias melaksanakan Khanduri Blang Lhueng Bintang tersebut.

 
Foto : Tgk Imum sedang menulis beberapa ayat pada sehelai kain putih pada khanduri blang di Gampong Bunien, Kec Simpang Tiga, Kab Pidie

Seperti yang sudah di jelaskan dua minggu sebelum hari yang telah di tentukan, masyarakat terlebih dahulu telah di beritahukan oleh Keujruen Blang dan satu hari sebelum Khanduri Blang di laksanakan masyarakat telah mempersiapkan menu masakan yang akan di buat dikarenakan pada kegiatan Khanduri Blang kali ini tidak dilaakukan pemotongan hewan.

Setelah sampai pada hari yang telah di sepakati, baik masyarakat Gampong Bunien maupun warga sekitar berduyun-duyun ke tempat khanduri di adakan di sebuah lokasi yang telah di sepakati bersama terlebih dahulu, yaitu pada sebuah tempat yang dulunya terdapat sebuah masjid tua serta di kelilingi oleh sawah warga.

Pada kegiatan Khanduri Blang tersebut selain menyiapkan menu makanan yang akan di bawa setiap warga yang mempunyai sawah juga wajib menyiapkan dan membawa Oen Sinejuek yang dalamnya terdapat beberapa macam dedaunan, seperti Oen Seunijuek, Oen Manek Manoe, Oen Naleung Samboe, Oen Gaca, Oen Seuke Pulot, Oen Pineung, Oen Rehan, dan Oen Sitawa. Selain itu warga juga harus mempersiapkan timba besar yang nantinya akan digunakan sebagai wadah untuk menaruh air bunga yang nantinya juga akan di peusijuek terlebih dahulu.

 
Foto : Masyarakat Gampong Bunien, Kec Simpang Tiga sedang mengambil ie sineujuek pada acara khanduri blang 

Tepat jam 10 pagi acara Khanduri Blang di laksanakan, Tgk yang memimpin acara langsung memulai membacakan yasin dan zikir yang diikuti oleh semua warga yang hadir. Selama satu jam masyarakat larut dalam doa dan zikir yang di pimpin oleh tgk imum. Setelah kegiatan membaca yasin dan doa bersama selesai selanjutnya di lanjutkan dengan acara makan bersama-sama dan dilanjutkan dengan acara puncaknya yaitu Peusijuek (tepung tawar).

Yang membedakan Khanduri Blang di daerah yang di lalui Lhueng Bintang dengan daerah lain adalah adanya Muqaddam, yaitu membacakan sebuah al-quran yang bentuknya kecil yang di tulis langsung oleh Syech Abdussalam atau yang lebih di kenal dengan lakap Tgk Syik di Waido/Tgk Syik di Pasi pada masa beliau hidup. Selain muqadam pada acara khanduri blang musim panen juga ada di bacakan Serembek yaitu kitab yang berukuran kecil yang di dalamnya terdapat doa dan shalawat.

 
 Foto : Al-Quran yang berbentuk kecil atau yang lebih di kenal dengan Muqaddam, yang di tulis tangan langsung oleh Tgk Syik di Waido

Berlanjut setelah tepung tawar adalah adanya doa-doa yang di tuliskan pada sehelai kain putih lalu di robek menjadi beberapa bagian, selanjutnya kain yang telah di tulis doa tersebut di bagikan kepada masyarakat yang mempunyai sawah dalam Gampong Bunien untuk ditaruh pada pematang sawah bersamaan dengan Ie Sineujuek.

Setelah kain putih tadi di tuliskan doa-doa oleh tgk imum selanjutnya kain putih beserta air bunga yang telah di Peusijuek (tepung tawar) tersebut di berikan kepada warga yang mempunyai sawah untuk ditaruh dan di siram pada pematang sawah sendiri yang sebelumnya telah di lakukan secara simbolis oleh tgk imum yang memimpin acara.

 
Setelah semua kegiatan Khanduri Blang selesai selanjutnya Keujruen Blang memberi sedikit arahan kepada warga yang bahawasanya dalam tiga hari kedepan tidak ada warga yang boleh turun ke sawah,di karenakan telah menjadi peraturan adat dan sebagai hukumannya bila ada warga yang turun ke sawah dalam tiga hari tersebut akan di kucilkan dalam masyarakat.

Itulah sedikit penjelasan dalam kegiatan Khanduri Blang yang di laksanakan di Gampong Bunien,Kecamatan Simpang Tiga,Kabupaten Pidie, Semoga saja kedepannya budaya Khanduri Blang tersebut tetap terjaga kelestariannya agar generasi Pidie selanjutnya masih bisa melihat dan mengenal budaya dan adat yang di warisi oleh indatoe kita terdahulu.(zk)

 
Foto : Al-Quran yang berbentuk kecil atau yang lebih di kenal dengan Muqaddam, yang di tulis tangan langsung oleh Tgk Syik di Waido
Read More