10/26/2021

Kota Sigli Dalam Sejarah Kolonial

 

Foto : Bangunan dengan gaya arsitektur Eropa peninggalan kolonial Belanda, Gampong Blok Bengkel, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie.


Sigli sebuah nama Kecamatan dan sebagai ibu kota dari Kabupaten Pidie. Luasnya kira-kira 3078 KM serta jumlah peduduk mencapai 330.359(2015), Kota Sigli dikenal sebagai Kota strategi dilalui jalur lintas Sumatra, wilayah ini dulunya ialah bengkel kereta api terbesar di Aceh tetapi sejak vakumnya perkereta-apian Aceh kota ini menjadi tidak seramai dulu.


Kota Sigli daerah yang banyak menyimpan sejarah pada masa silam, menyangkut jalinan antara Aceh dengan Bugis tak lepas dari perdagangan Nusantara terhadap awal abad 15. Sejak era kuno pelayaran dan perdagangan dari Barat dan negara Cina memerlukan pelabuhan persinggahan untuk membawa modal dan menumpuk barang, salah saut pelabuhannya ialah Kuala Pidie di Kota Sigli.


Sedikit mengulas sejarah kota perantauan mengenai banyaknya peninggalan masa lalu dari bangunan yang pernah di tinggalkan oleh para penjajah hingga penamaan desa yang unik karena mempunyai sejarah yang sangat panjang.

 

Selain penduduknya yang gemar merantau, tata kelola Kota sekarang yang amburadul menjadikan wajah Kota Sigli menjadi semrawut dan tidak seperti dulu lagi, saya sedikit mengulas balik tentang sejarah Kota Sigli pada masa kolonial Belanda.


Sejarah terus berlanjut dengan kedatangan bangsa asing ke nusantara, diantaranya Portugis, Inggris, dan Belanda. Misi dagang yang dibawa Belanda kemudian berujung dengan kekerasan bersenjata. Perang Aceh dengan Belanda pun berlangsung dalam waktu yang lama. Ketika pusat Kerajaan Aceh (Dalam) berhasil direbut Belanda pada 24 Januari 1874, serta Sulthan Alaiddin Mahmud Syah mangkat pada 28 Januari 1874 karena wabah kolera, maka pusat kerajaan Aceh dipindahkan ke Keumala, Pidie. Belanda baru bisa menguasai Aceh secara de facto pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek.


Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen, salah satunya adalah Afdeeling Pidie.


Setelah Indonesia merdeka pemerintah pusat mengeluarkan undang-undang No 7 tahun 1956 tentang pembentukan Kabupaten daerah tingkat II Pidie sejalan dengan meningkatnya akitivitas pemerintahan dan pembangunan pada saat itu, maka pada tahun 1988 Menteri dalam Negeri mengeluarkan surat keputusan nomor 136.21-526 tentang pembentukan wilayah pembantu Bupati Pidie dan kota sigli sendiri termasuk dalam wilayah tersebut sebagai ibu kota yang menaungi sepuluh kecamatan di dalamnya.


Sekarang Kota Sigli tidak lagi sebagai wilayah pembantu dari Bupati Pidie dikarenakan sudah menjadi kecamatan yang berdiri sendiri dan menaungi 15 Gampong/Desa yang berada di dalam wilayahnya.


Saat belanda menguasai Kota Sigli mereka banyak mendirikan bangunan yang bergaya arsitekur Eropa, seperti bentuk bangunan yang tinggi, bengkel kereta api terbesar di Sumatra sekarang banyak dari bangunan tersebut masih berdiri kokoh dan ada pula yang sudah di hancurkan untuk perluasan Kota Sigli.


Foto : Menara Air bukti sejarah tempat penaikan Sang Saka Merah Putih oleh Rakyat Aceh di Sigli, Gampong Blok Bengkel, Kecamatan Kota Sigli. Kabupaten Pidie.


Salah satunya peninggalan Belanda yang masih bisa kita jumpai sekarang adalah sebuah water riding (tower air) ,yang berada di wilayah Blok Bengkel, dulunya bangunan tersebut di buat Belanda sebagai penampungan air, dan setelah Belanda pergi dari bumi Aceh bangunan tersebut menjadi milik PDAM.


Bangunan tersebut mempunyai sejarah yang heroik bagi Indonesia umumnya, bangsa Aceh khususnya, tower air yang berada di Blok Bengkel ini menjadi saksi pada saat Indonesia merdeka pada 17 agustus 1945, masyarakat Pidie saat itu belum mengetahui hal tersebut. Pada tanggal 26 agustus 1945 berita kemerdekaan masuk ke Aceh melalui radio, maka di kibarkanlah untuk pertama kali di Aceh bendera Merah Putih atas menara air Belanda.


Foto : Prasasti pada menara air peninggalan Kolonial Belanda, Gampong Blok Bengkel, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie.


Selain tower air tersebut ada beberapa lagi bangunan yang masih bisa kita lihat, seperti perumahan para pekerja kereta api yang terdapat di blok bengkel, rumah milik Jendral Belanda terdapat di Blok Bengkel, serta bengkel kereta api yang sekarang di jadikan sebagai gedung olahraga (GOR) yang terdapat dalam wilayah Keramat Luar.


Itulah penjelasan sedikit dari Kota Sigli, kota para perantau di negeri orang dan penjelasan tentang beberapa Gampong (Desa) yang namanya sangat unik serta memiliki sejarah panjang bagi Kota Sigli, akan saya ulas pada kesepatan yang lain.(an)


Sumber :H M Zainuddin, Atjeh dalam Inskripsi dan Lintasan Sedjarah, Agustus 1972, Kutaradja,   Panitia Seminar Pekan Kebudayaan Aceh II.


Read More

10/05/2021

Mengenal Rumoh Adat Aceh

Foto : Rumoh Aceh Raya Bentara Blang Ratnawangsa federasi mukim XII yang di bangun pada tahun 1352 H / 1933 M, Gampong Meunasah Jurong, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.

Rumah ialah bangunan yang dijadikan tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu, tempat dalam bahasa suku Aceh disebut rumoh (rumah) yang berbentuk bangunan- tradisional atau lebih tepatnya disebut Rumoh Aceh. Rumoh Aceh merupakan bangunan yang dibentuk diatas tiang-tiang bundar yang terbuat dari batang-batang kayu yang kuat. Tiang-tiang itu disebut tameh. Adapun jumlah tiang mencapai 20 hingga 24 buah yang besarnya lebih kurang 30 cm. Tinggi bangunan sampai batas lantai lebih kurang dua setengah meter, sedangkan tinggi keseluruhan bangunan itu lebih kurang lima meter.


Bagian bangunan yang berada di bawah lantai merupakan kolong terbuka karena tidak dihiasi dengan dinding. Bagian ruangan rumah yang berada di atas tiang-tiang terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruangan depan (seuramoe keu), ruang tengah yang disebut tungai. dan ruang belakang (seuramoe likot). Ruang tengah letaknya lebih tinggi setengah meter dari pada ruang depan dan ruang belakang. Keseluruhan ruangan berbentuk empat persegi.


Pada bagian tengah dinding depan terdapat pintu masuk dan pada dinding samping kanan dan kiri terdapat jendela, sedangkan untuk mengakses atas rumah didirikan sebuah tangga dari kayu. Atap rumah yang berabung satu berbentuk memanjang dari samping kiri ke samping kanan dengan dua cucuran atap. Kedua cucuran atap berada pada bahagian depan dan belakang rumah, sedangkan perabungnya berada di bagian atas ruang tengah. Di tambah  depan rumah terdapat balai tempat duduk-duduk dan pada salah satu sudut rumah terdapat lumbung padi.


Rumoh Aceh adalah rumah yang didirikan di atas tiang- tiang sehingga bentuk rumoh Aceh dapat dilihat dari bagian bawah, bagian atas dan bagian atap. Bagian bawah berbentuk kolong rumah yang berada di bawah lantai. Kolong rumah itu berada dalam keadaan terbuka karena tidak diberi berdinding. Tinggi lantai dari rumah lebih kurang 2,3 meter bagi lantai ruang depan dan ruang belakang, dan 2,8 meter bagi lantai ruang tengah. Tinggi kolong rumah yang berada di bawah ruang depan dan ruang belakang adalah 2,3 meter, sedangkan tinggi kolong yang berada di bawah ruang tengah adalah 2,8 meter.


Pada kolong didapati deretan tiang-tiang rumah yang terdiri atas empat deretan, yaitu deretan depan, deretan tengah depan, deretan tengah belakang dan deretan belakang. Pada masing-masing deretan itu terdapat enam buah tiang. Tiang-tiang itu berderet menurut arah Timur-Barat. Jarak antara tiang dengan tiang dalam satu deretan lebih kurang dua setengah meter. Demikian juga jarak antara satu deretan tiang dengan deretan tiang yang lain.


Pada bagian depan kolong itu kadang-kadang terdapat balai tempat duduk, sedangkan pada bagian belakang terdapat kandang ayam atau itik. Namun sekarang kandang ayam itu sudah jarang ditempatkan pada kolong rumah.


Bagian atas merupakan bagian ruangan rumah. Keseluruhan ruangan Rumoh Aceh berbentuk  bujur sangkar yang dibagi atas tiga ruangan yang lebih kecil, yaitu ruang depan (serambi depan), yang disebut seuramoe keue atau seuramoe reu nyeuen (serambi bahagian tangga), ruang tengah yang disebut tungai dan ruang belakang yang disebut seuramoe likot.


Pintu rumah terdapat pada bagian tengah dinding depan. Sekarang letak pintu rumah kadang-kadang pada ujung sebelah kiri atau kanan ruangan depan. yang berukuran lebih kurang lebar 0,8 meter, dan tingginya 1.8 meter. Jendela rumah yang disebut tingkap terdapat pada dinding sebelah kiri dan kanan setiap ruangan. Tetapi rumoh Aceh terdahulu tidak menggunakan jendela.


Pada ruangan tengah (tungai) terdapat loteng yang disebut para. Para itu selain berfungsi sebagai loteng juga berfungsi sebagai tempat yang menyimpan barang-barang yang jarang digunakan atau senjata senjata tajam seperti tombak, pedang, kalawang dan lainnya.


Atap rumoh Aceh yang terbuat dari anyaman daun rumbia adalah atap yang berabung satu. Rabung itu memanjang dari samping kiri ke samping kanan, sedangkan cucuran atapnya berada di bahagian depan dan belakang rumah. Rabung rumah yang disebut tampong berada di bagian atas ruang tengah.


Ruangan tengah lebih tinggi setengah meter dari pada serambi depan dan serambi belakang. Sedangkan serambi depan dan serambi belakang sama tingginya. Oleh karena itu lantai ketiga ruangan tidak bersatu. Jadi masing-masing ruangan mempunyai lantai yang terpisah-pisah.


Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang berukuran lebih kurang lebar 0.6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendela tersebut terdapat pada rumah yang berdinding papan, sedangkan pada rumah yang berdinding tepas pada umumnya tidak memakai jendela.


Diatas dinding depan bahagian luar kadang-kadang terdapat juga rak tempat meletakkan barang-barang kecil yang disebut sandeng. Pada serambi depan ini biasnya diletakkan meja tempat anak-belajar dan kursi. Pada umumnya sebagian besar rumoh Aceh tidak diperlengkapi dengan perlengkapan tersebut. Untuk tempat duduk pada umumnya menggunakan tikar yang dihampar sepanjang serambi depan tersebut. Jadi. serambi depan ini sifatnya terbuka.


Kalau serambi depan sifatnya terbuka, maka ruangan tengah sifatnya tertutup, karena di ruangan tengah ini terdapat dua buah bilik (kamar) tempat tidur. Kedua kamar tersebut masing-masing terletak di ujung sebelah kiri dan di ujung sebelah kanan ruangan tengah tersebut. Jika letak kedua kamar itu didasarkan pada kebiasaan letak rumoh Aceh, yaitu menghadap ke Utara atau ke Selatan maka kedua kamar itu masing-masing terletak di sebelah Timur dan di sebelah Barat. Sedangkan di tengah-tengah ruangan terdapat gang yang menghubungkan serambi depan dengan serambi belakang yang disebut rambat. Kedua kamar tersebut masing-masing diberi nama rumoh inong dan  rumoh anjong. Rumoh inong adalah kamar yang berada di sebelah barat sedangkan rumoh anjong adalah kamar yang berada di sebelah Timur.


Setiap masing-masing kamar terdapat jendela. Jendela untuk rumoh anjong pada dinding kamar sebelah Timur, sedangkan jendela rumoh inong pada dinding kamar sebelah Barat. Pintu kedua kamar itu terletak pada dinding yang menghadap ke ruang belakang (serambi belakang). Namun ada juga pada dinding yang menghadap ke rambat (gang).


Sebagaimana halnya dengan ruangan depan maka ruangan belakangpun tidak terdapat ruangan-ruangan kecil. Jadi ruangan belakang ini berbentuk sebuah ruangan saja. Namun ruangan belakang ini berbeda dengan ruangan depan karena ruangan belakang kadang-kadang diperlebar sedikit dengan cara menambah dua buah tiang lagi pada bahagian Timur dari ruangan belakang ini. Bagian ruangan yang ditambah ini disebut anjong atau ulee keude. Di sinilah biasanya posisi dapur. Selain penambahan ruangan di sebelah Timur, kadang masih ada lagi penambahan ruangan kira-kira satu setengah meter lagi arah ke belakang dengan cara memasang balok toi yang ujung bagian belakangnya lebih panjang satu setengah meter dari pada ukuran biasa. Yang dimaksud dengan balok toi adalah balok yang menghubungkan tiang deretan tengah belakang dengan tiang deretan belakang. Dengan memasang balok toi yang ujungnya lebih panjang satu setengah meter, maka pada ujung yang dilebihkan itu dapat disambung lagi lantai ruangan belakang itu sehingga ruangan belakang menjadi bertambah luas. Bagian ruangan yang ditambah itu kebagian belakang ini disebut tiphik. Di tempat itu biasanya disimpan kayu bakar, guci tempat air dan lain-lain.


Pada dinding ujung sebelah barat dari ruangan belakang itu terdapat sebuah jendela yang besarnya sama dengan jendela yang terdapat pada serambi depan, sedangkan pada ujung sebelah timur tidak terdapat jendela yang posisi bagian dapur.


Seperti telah dikemukakan di atas, maka sekarang ada juga rumoh Aceh yang mempunyai ruangan khusus untuk dapur yang disebut rumoh dapu. rumoh dapu  didirikan di belakang rumah dan berdempetan dengan ruangan belakang. Letak ruangan dapur tersebut lebih rendah dari serambi belakang: malah kadang-kadang berada di atas tanah. Antara ruangan belakang dengan ruangan dapur dihubungkan oleh sebuah tungai. Bagi rumah yang mempunyai ruangan dapur tersendiri tentu tidak lagi menggunakan ruangan belakang sebagai tempat kegiatan masak-memasak.


Ruangan lain yang juga dapat kita dapati dibagian luar rumah adalah ruangan balai yang disebut bale. Balai ini merupakan ruangan terbuka sebagai tempat duduk-duduk bersantai yang terdapat di depan rumah. Tinggi ruangan itu kira-kira satu meter dari tanah.


Berikut ini akan dilihat fungsi dari ruangan-ruangan yang ada.


Foto : Rumoh Aceh Raya Raja Husen Bentara Reubee yang dibangun pada tahun 1351 H 1932 M, Gampong Neulop, Kecamatan Delima, Kabupaten Pidie.

Ruangan depan adalah ruangan yang serba guna sesuai dengan keadaannya yang terbuka karena tidak berbilik-bilik. Fungsi ruangan depan antara lain sebagai tempat menerima tamu, tempat duduk untuk makan ketika ada acara-acara kenduri dan perkawinan, tempat anak anak belajar dan mengaji, tempat sembahyang dan tempat tidur-tiduran. Selain itu ruangan depan ini dipergunakan sebagai tempat tidur bagi anak-anak, terutama anak laki-laki.


Bagi rumah yang mempunyai tradisi menggunakan kursi tempat duduk, maka kursi tersebut diletakkan pada ruangan ini. Selain itu ruangan ini juga dipergunakan sebagai tempat menyimpan padi jika padi tersebut tidak muat lagi di dalam lumbung.


Ruangan tengah sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu adalah ruangan yang terdiri atas dua buah bilik (kamar), masing-masing terdapat sebelah Timur dan sebelah Barat, dan sebuah gang. Oleh karena itu fungsi utama ruangan tengah ini adalah sebagai ruangan tempat tidur. Sedangkan gang yang terdapat di tengah-tengah berfungsi sebagai tempat lalu lintas antara ruangan (serambi) depan dengan ruangan (serambi) belakang.


Kamar sebelah Barat yang disebut rumoh inong biasanya ditempati oleh kepala keluarga, sedangkan kamar sebelah Timur yang disebut rumoh anjong ditempati oleh anak-anak perempuan. Jika ada anak perempuan yang sudah dinikahkan rumoh inong ditempati oleh anak perempuan tersebut, sedangkan kepala keluarga pindah ke rumoh anjong. Anak-anak yang semula menempati rumoh anjong pindah ke ruangan (serambi) belakang di ujung sebelah Barat. Selanjutnya bila ada dua anak perempuan yang sudah dinikahkan, sedangkan kepala keluarga tersebut belum mampu mendirikan rumah yang lain, maka kamar sebelah Barat diserahkan untuk anak perempuan yang tertua dan kamar sebelah Timur diserahkan untuk anak perempuan yang muda. Dalam keadaan seperti ini kepala keluarga terpaksa menyingkir ke serambi belakang bagian Barat.


Sebahagian ruangan belakang dipergunakan sebagai ruangan dapur dan ruangan tempat makan. Dapur berada sebelah Timur. Jika ruangan belakang ini menggunakan anjong atau ulee keude maka dapur diletakkan di anjong. Bahagian Barat dari ruangan belakang ini dipergunakan sebagai tempat duduk dan tempat sembahyang. terkadang tempat ini dipergunakan juga untuk tempat tidur bagi keluarga yang banyak anggota keluarga.(an)

 

Sumber :

Arsitektur Tradisional Provinsi Daerah Istimewa Aceh, 1984

wawancara keluarga Bentara Reubee

Read More