foto : komplek makam Raja Peunaroe Keumangan yang telah rusak
Sejarawan
Aceh M. Junus Djamil (1968) mengungkapkan dalam kitab Umdatul-ilhab karangan
Machdum Djohani dijelaskan bahwa masyarakat Pidie merupakan keturunan Syahir
Pau Ling (Poli) yang berasal dari siam. Dialah yang pertama membuka daerah
Pidie yang dinamainya dengan kerajaan Sama Indra. Kerajaan ini kemudian dalam
perkembangannya menjadi kerajaan Poli dan berubah nama menjadi Pidie sampai
sekarang ini.
Machdum
Djohani sebagaimana di kutip M. Junus Djamil menjelaskan, Syahir Pau Ling
merupakan empat bersaudara yang datang ke Aceh. Tiga saudara lainnya adalah
Syahir Nuwi yang di kenal sebagai Pho He La, raja yang pertama kali membuka
kerajaan Peureulak. Kedua Syahir Tanwi, yaitu raja yang membuka kerajaan Jeumpa
di Bireun dan yang ke tiga Syahir Dauli, beliau adalah raja yang membuka Bandar
Lamuri dan kerajaan Indra Purwa di Aceh Besar.
M. Junus
Djamil menjelaskan, Syahir Pau Ling merupakan pimpinan rombongan Mon Khemer
dari Asia Tengah yang datang ke Pidie beberapa abad sebelum tahun Masehi. Dia
tidak menyebutkan tahun yang pasti serta tidak menjelaskan apakah ketika
rombongan itu datang sudah ada penduduk asli di Pidie atau tidak.
Pada
masa kerajaan Sama Indra kebanyakan penduduknya masih menganut agama yang di
anut oleh bangsa Mon Khemer yakni agama
Budha Mahayana (himayana yang kemudian juga berkembang agama hindu). Kerajaan
Sama Indra ini menjadi saingan kerajaan Indra Purba (Lamuri) di sebelah barat
dan kerajaan Plak Plieng (Panca Warna) di sebelah timur yang wilayahnya
mencakup dari Kuala Batee sampai ke Kuala Ulim.
Setelah
masuknya Islam ke Aceh kerajaan Sama Indra runtuh tidak tersisa di karenakan di
serang oleh kerajaan Aceh Darussalam yang pada saat iu dipimpin oleh Sultan
Mansur Syah I menjelang pertengahan abad ke-IX H atau antara akhir abad XIV dan
awal abad XV M. Berarti diperkirakan dalam kurun waktu tahun 640-an H atau
1390-an sampai 1410 M.
Setelah
dilakukan penyerangan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, nama Sama Indra di
hilangkan menjadi negeri Pedir. Pengaruh Hindu di Pedir baru habis ketika
Kerajaan Aceh Darussalam dipimpin oleh Mahmud II Alaidin Johan Syah yang
memeritah dari tahun 811-870 H (1408-1465 M), Ia merupakan pengganti Sultan
Mansur Syah I.
Sultan Mahmud II Alaidin Johan Syah mengangkat Raja
Husein Syah menjadi Sultan Muda Pedir dengan gelar Maharaja Pedir Laksamana
Raja, kepadanya di berikan hak otonomi penuh untuk memerintah Pedir sebagai
Negara otonom Kerajaan Aceh Darussalam.
Silsilah
selanjutnya Raja Pedir setelah Raja Husein
- Sulaiman Nur, anak Sultan Husein Syah (saudara Malik Munawar Syah, raja muda dan Laksamana di Aru).
- Syamsu Syah (kemudian menjadi Sultan Aceh Darussalam)
- Malik Ma’ruf Syah (Syahir Dauli I), putra Sulaiman Nur, mangkat pada tahun 916 H (1511 M), di kuburkan di komplek makam Teungku di Kandang, Keulibeut di dekat makam ayahnya Sulaiman Nur
- Ahmad Syah (Syahir Dauli II), putra dari Malik Ma’ruf Syah, meninggal ketika kalah perang melawan Sultan Ali Mughayat Syah tahun 926 H (1520 M) juga di makamkan di Keulibeut.
- Husein Syah, putra Sultan Riayat Syah II (Meureuhom Kha) kemudian menjadi Sultan Aceh mengantikan ayahnya.
- Saidil Mukammil, putra Raja Firman Syah, 997-1011 H (1589-1604 M). Merupakan ayah dari Ibu Sultan Iskandar Muda.
- Husein Syah II, putra dari Sultan Saidil Mukammil
- Meurah Poli, Maharaja orang kaya negeri Keumangan. Dikenal sebagai Laksamana Panglima Pidie yang terkenal dalam perang menyerang portugis di Malaka
- Syahir Poli (Po Meurah) atau Maharaja Keumangan Po Rah, Beuntara IX mukim Keumangan yang bergelar Pang Ulee Peunaroe. Saudaranya yang bernama Po Maneeh/Po Nipeeh di jadikan Laksmana Negeri Pidie
- Meurah Po Itam, Pang Ulee Peunaroe (Beuntara Keumangan)
- Meurah Po Puan, Pang Ulee Peunaroe (Beuntara Keumangan)
- Meurah Po Thahir, Pang Ulee Peunaroe (Bentara Keumangan) terkenal dalam perang Pocut Muhammad dengan Po Teu Jeumaloi (Sultan Djamalul’ Alam Badrul Munir) pada tahun 1152 H (1740 M), Beliau mempunyai dua saudara, yang pertama Murah Po Doom dan yang ke dua Meurah Po Johoo
- Meurah Po Seuman (Usman) Pang Ulee Peunaroe
- Meurah Po Lateeh (Abdul Latif), Pang Ulee Peunaroe yang terkenal dengan istilah Keumangan Teungeut
- Teuku Keumangan Jusuf, pemerintahannya sudah dalam masa perang aceh melawan Belanda (di atas tahun 1873)
- Teuku Keumangan Umar, Ulee Baling IX mukim Keumangan
foto: Komplek makam raja peunaroe keumangan yang telah rusak
foto: batu nisan telah patah di salah satu makam
foto: komplek makam ke 2 raja peunaroe keumangan
foto: beulangongtanohtim sedang mewawancarai narasumber
Keumangan
tidak bisa lepas dari Kerajaan Pedir. Setelah Raja Pedir silih berganti, raja
keumangan mengambil alih Pidie, itu terbukti dengan di temukannya silsilah
raja-raja keturunan Keumangan yang memerintah Pedir.
Pada
masa periode Kerajaan Aceh Darussalam di tangan Sultan Iskandar Muda, Pedir
menjadi salah satu daerah yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan. Selain
itu saat Sultan Iskandar Muda hendak menyerang semenanjung Malaka, Sultan
terlebih dahulu mengunjungi negeri Pedir dan Meureudu untuk melakukan rapat
besar dengan Ulee Balang dan Panglima di dua negeri tersebut. Para pembesar
yang hadir antara lain Tgk Jalaluddin Fakih (Tgk Japakeh), Tgk Malem Dagang dan
Panglima Pidie, Beuntara Blang Ratna Wangsa, Meuntroe Adan, Beuntara Keumangan,
Beuntara Seumasat Geulumpang Payong, Beuntara Puteh mukim VIII, serta para
petinggi negeri dan ulama di daerah itu.
Rapat
besar tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa seluruh rakyat negeri Pidie dan
Meureudu mendukung perang yang di lakukan oleh Sultan serta Sultan mengangkat
dan mengambil sumpah pejabat pemerintahan di negeri Pidie dan Meureudu. Di
ketahui bahwa Pedir pada saat itu sudah di panggil dengan sebutan Pidie. Saat
ini Pidie banyak diperintahkan oleh para Ulee Balang.
Para
Ulee Balang itu bergelar Meuntroe, Panglima, Imum, Keujreun dan Bentara.
Seperti Mentroe Blang Galang, Meuntroe Garot, Bentara Reubee, Imum Peutwoe
Andeue, Meuntroe Gampong Are, Bentara Po Puteh mukim VIII, Imum Lhok Kadju dan
sebagainya. Para Ulee Balang tersebut memerintah negerinya sendiri yang
langsung berhubungan dengan Sultan Kerajaan Aceh Darussalam.
Pada
masa Kerajaan Aceh Darussalam di perintah oleh Sulthan Alauddin Mahmud Syah
(1767-1787) terjadi kekacuan di berbagai daerah akibat perang saudara. Ulee
Balang yang satu menyerang wilayah ulee balang lainnya untuk memperluas wilayah
kekuasaan. Untuk menghadapi hal tersebut di bentuklah dua federasi ulee baling
di Pidie, yakni federasi ulee baling duablah (XII) yang di pimpin oleh teuku
raja Pakeh sedangkan federasi ulee balang nam (VI) di pimpin oleh bentara
Keumangan.
Tidak
terdapatnya informasi yang jelas menjadi sebuah pelajaran bagi kita untuk terus
menggali dan mencari tahu para tokoh-tokoh pelaku sejarah tersebut agar sejarah
bangsa kita tidak hilang di kemudian hari. Kami berharap para pihak terkait
untuk menjaga dan melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.
1 komentar
HOBI JUDI BOLA, SABUNG AYAM, TOGEL, KASINO, GREENDRAGON DAN TEMBAK IKAN !!!
PROMO BONUS CASHBACK TERBESAR 10% DAN REFERAL 10%. Penasaran?? AYO JOIN SEKARANG!!!!
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dengan Berbagai Macam Bonus Menarik Seperti:
-Bonus 10% untuk Member Baru
-Bonus Referal 10%
-Bonus CashBack Hingga 10%
Dengan Pelayanan Terbaik, Costumer Servis Yang Ramah Dan Profesional, Dan Siap Melayani Anda 24 Jam NonStop Setiap Hari.
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : +6281377055002
EmoticonEmoticon