10/26/2020

Sosok Pahlawan Perempuan Dari Tanoh Biheu

Foto : Makam Pocut Meurah Intan di Blora, Jawa Tengah.
 
Sejarah peradaban Islam tidak pernah luput dari kiprah dan peran kaum perempuan. Mereka memiliki kontribusi besar dalam membangun dan mengukuhkan tatanan masyarakat Islam. Bahkan, tercatat empat perempuan yang mendapat gelar perempuan termulia di dunia oleh baginda Rasul. Siapa sajakah mereka? Nabi Muhammad SAW bersabda: “Perempuan termulia di dunia ada empat, yaitu Maryam binti ‘Imran, Asiah istri Fir’aun, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Muhammad.”


Setiap perempuan memiliki kelebihan dan kekuatan yang berbeda untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain.

Kita juga harus menyadari bahwa sepak terjang perempuan tidak terbatas hanya pada urusan rumah tangga, tetapi juga ilmu pengetahuan, hingga militer. Meski, tak banyak yang diabadikan oleh sejarah banyak pejuang-pejuang dulu dari kaum perempuan, salah satunya Pocut Meurah Intan.

Pocut Meurah Intan atau sering kita dengar dengan panggilan Pocut Meurah Biheu, karena beliau lahir di Biheu, Kemukiman Kale Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie pada tahun 1873. Pocut adalah nama panggilan khusus bagi perempuan keturunan bangsawan dari kalangan kesultanan Aceh.

Di himpun dari beberapa sumber, Biheue adalah sebuah kenegerian yang pada masa Kesultanan Aceh berada di bawah wilayah Sagi XXII Mukim, Aceh Besar. Setelah krisis politik pada akhir abad ke-19 Kenegerian Biheu masuk kedalam wilayah XII kekuasaan Teuku Raja Pakeh Pidie.

Pocut Meurah Intan menikah dengan Tuanku Abdul Majid, putera dari Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah (1795-1823). Tuanku Abdul Majid saat itu bekerja sebagai pejabat kesultanan yang di tugaskan untuk mengutip bea cukai di pelabuhan Kuala Batee. Dari perkawinan dengan Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah Intan memperoleh tiga orang putera, yaitu Tuanku Muhammad, Tuanku Budiman, dan Tuanku Nurdin.

Setelah berpisah dengan suaminya yang telah menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan mengajak putera-puteranya untuk tetap berperang. Ketika pasukan Marsose menjelajahi wilayah XII mukim Pidie dan sekitarnya, Pocut Meurah Intan melakukan perlawanan secara bergerilya, dan sejarah mencatat beliau berhasil membunuh 18 Tentara Morsase hanya dengan sebilah Rencong.

 

Foto : Pocut Meurah Intan Pahlawan dari tanoh Biheu
Sumber :  ttps:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmlcESLZOIiZYdJ9rQBNDCyAtci2uLfo__6lq5LNz506amQ7f1UKTnHpq8YsZz5ZZAtY2drqeeOfKvM08sQPqmql7pxReTr28iunRPr78oghzi8WIQneQhSKyKZTIKwOjx6VW3sfcfc6w/s1600/IMG_20191005_160344.jpg

 

Pada 11 November 1902 ia dikepung oleh serdadu khusus Belanda dari korps Marchausse di Padang Tiji. Sebelum tertangkap ia masih sempat melakukan perlawanan yang amat mengagumkan pihak Belanda. Namun karena serangan bertubi-tubi Pocut Meurah Intan mengalami luka parah, dua tetakan di kepala, dua di bahu, satu urat keningnya putus. Pertahanannya semakin melemah, ia terbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur namun ia tetap tidak menyerah, rencong masih tergenggam kuat ditangannya.

Pimpinan korps Marchausse Veltman memberi gelar Heldhafting (yang gagah berani) kepada Pocut Meurah Intan. Karena dikhawatirkan terus menggelorakan perang jihad, akhirnya Pocut Meurah Intan dibuang ke Blora pada 6 Mei  1905.

Pocut Meurah Intan yang sedang sakit parah pernah ditawarkan bantuan oleh pihak Belanda dan beliau menolak, akan tetapi beliau akhirnya pasrah dan menerima bantuan itu, penyembuhannya berjalan lama, ia menjadi pincang selama hidupnya.

Sosok pejuang Aceh itu ditahan bersama putranya Tuanku Nurdin dan Tuanku Budiman yang juga di buang ke Blora di Pulau Jawa berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 6 Mei 1905, No. 24. Dan pocut Meurah Intan menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 19 September 1937 di Blora, Jawa Tengah dan dimakamkan di sana, tepatnya di Desa Temurejo, sekitar 5 km arah utara alun-alun kota Blora.

Sebenarnya pada tahun 2001 Pemerintah Aceh pernah berencana memindahkan jasad Pocut Meurah Intan ke Aceh, namun rencana itu batal karena berdasarkan wasiat Pocut Meurah Intan kepada sahabatnya RM Ngabehi Dono Muhammad bahwa beliau lebih suka dimakamkan di Blora.(fh)

 

Read More

10/05/2020

Pesona Wisata Pedalaman Padang Tiji

Foto : Wisata alam tuwi jeureungèh berlokasi pedalaman hutan Padang Tiji, Kab Pidie

 

Setiap mahakarya Tuhan memiliki keindahan masing-masing tidak terkecuali wisata alam Tuwi Jeureungèh yang sekilas terlihat hampir sama dengan Lingkok Kuwieng, untuk sampai ke lokasi ini hampir sama seperti Lingkok Kuwieng akses jalannya masih sangat susah untuk dilalui, jalan masih bebatuan dan berlumpur. hanya saja yang membedakan jarak tempuh menghabiskan 40 menit perjalanan dari Bendungan Rajui.

 

Tuwi Jeureungèh berarti genangan air yang jernih. Sesampai di lokasi kita akan melihat genangan air yang dikelilingi batu-batu besar, namun ketika hujan lebat melanda air yang dulunya jernih berubah menjadi keruh. Lokasi yang begitu luas sangat cocok dijadikan tempat bersantai bahkan banyak yang datang untuk bakar-bakar ikan di sana

 

Dua objek wisata ini masih belum dikelola baik oleh masyarakat maupun Pemkab Pidie. Jadi, masih sangat asli tanpa ada perubahan ulah tangan manusia. Bagi sebagian pengunjung mengatakan “pesona Lingkok Kuwieng jauh lebih indah dari Tuwi Jeureungèh”, tetapi itu kembali kepada pribadi masing-masing, karna setiap manusia berbeda-beda dalam  menikmati indahnya mahakarya Tuhan.

 

Selain pesona yang berbeda, ada satu hal lagi yang membedakan kedua tempat ini bahwa Lingkok Kuwieng kerap mengalami pasang surut air. Pada saat tertentu tempat ini menjadi kering. Jadi, sebelum datang, kita harus cari tahu terlebih dahulu, agar tidak kecewa mendapati tempat genangan tanpa air.

 

Mencapai puncak tentu tidaklah mudah. Kata-kata ini sepertinya sangat cocok untuk menggambarkan susahnya sampai ke dua lokasi ini. Di sekitar lokasi wisata Lingkok Kuwing dan Tuwie Jeureungèh masih belum ditemukan tempat parkir yang aman, toilet umum, dan masjid, atau musala untuk beribadah.

 

Jika datang tanpa pemandu, kita harus berani bertanya pada masyarakat setempat agar tidak tersesat, disebabkan lokasinya tanpa petunjuk arah. Selain itu, Anda diharapkan membawa bekal terlebih dahulu sebelum bertolak ke lokasi wisata ini, karena di sana tidak terdapat penjual makanan atau minuman, dan yang paling penting siapkan stamina tubuh dengan baik.

 

Apabila berkunjung ke sana janganlah membuang sampah sembarangan, termasuk sampah dari sisa makanan bawaan Anda. Alam sudah memberikan kebaikan dan keuntungan yang sangat besar kepada kita, bahkan ketika kita berlaku tak adil atau sadis pada alam dia tetap selalu menyediakan apa yang kita butuhkan dalam kehidupan.

 

Jika kita rusak, apa yang akan anak cucu kita nikmati lagi? Jadi, mari kita sama-sama melestarikan alam. Jika tidak mampu menjaganya, setidaknya jangan merusak.(fh)

Read More