foto: makam Tgk Syik di Reubee, Pidie
Dalam birokrasi tradisional Aceh,
ada tiga jabatan tinggi dalam Pemerintahan yang sangat berperan penting.
Pertama Sultan, yaitu Raja dalam Kerajaan, kedua Ulee balang sebagai kepala
Negeri (Negara bagian, seperti Negeri Pedir, Pasai dan Meureuhom Daya). Namun
tetap berpayung dan tunduk di bawah kekuasaan tertinggi kerajaan Aceh
Darussalam dan yang ketiga adalah Ulama, yaitu Khadi Malikul Adil (yang
mengurus hukum islam), dan penasehat bagi Sultan maupun Uleebalang dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan, baik itu kebijakan sosial, adat istiadat,
agama, dan sebagainya.
Peran ulama dan pemimpin dalam
kerajaan tidak bisa di pisahkan. Ulama sangatlah berpengaruh, tanpa adanya
restu dari ulama para pemimpin tidak bisa menjalankan sebuah kebijakan dalam
pemerintahan apalagi mengenai urusan agama terutama syariat, hukum memutuskan
perkara (pengadilan), serta semua yang berhubungan dengan agama.
Kerajaan Aceh merupakan kerajaan
islam ke-5 yang pernah tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan islam terbesar
di duni. Hail ini sangat jelas tergambarkan bahwa ulama memiliki peran yang
tinggi ataupun setingkat dengan pemimpin-pemimpin dalam menjalankan roda
pemerintahan sehingga lahirlah sebuah pepatah “hukom ngeun adat hanjuet cree
lagei zat ngeun sifeut”.
Mengutip pendapat Drs. Fauzi
Ismail, M.Hum dalam bukunya berjudul “kedudukan ulama dan umara dalam
masyarakat aceh” dijelaskan bahwa kata ulama berasal dari bahsa arab yaitu
jamak dari “Alim”, yang artinya orang yang mengetahui atau orang yang berilmu
pengetahuan atau para ahli ilmu pengetahuan.
Dalam masyarakat Aceh ulama
merupakan orang yang disegani karena ilmu yang di milikinya, sehingga menjadi
contoh teladan dan memberi pendapat untuk masyarakat dalam berbagai
permasalahan mengenai agama. Ulama juga sangat penting dalam mengambil keputusan
tatkala masyarakat melakukan perkara (hakim), dan urusan yang menyangkut
kehidupan sosial yang terdapat dalam masyarakat.
Jadi kalau dilihat dari peran
ulama dari paparan di atas dapat disimpulkan ulama memiliki kedudukan yang
sangat besar dibandingkan umara dalam hubungan kemasyarakatan. Untuk mewujudkan sebuah pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat, ulama dan pemimpin haruslah saling bekerja sama. Hal ini dapat kita lihat
dari pengalaman-pengalaman ataupun sejarah ulama-ulama besar pada abad ke-16
seperti Tgk Syik di Reubee.
Tgk Syik di Reubee merupakan
gelar yang di berikan oleh masyarakat untuk Daeng Mansur. Beliau datang ke Aceh untuk menyebarkan agama Islam dan
menetap di Reubee tepatnya di Gampong tempat makam beliau berada sekarang. Beliau
mendirikan sebuah dayah yang di kenal dengan dayah Tgk Syik di Reubee. Banyak
masyarakat sekitar dan dari berbagai daerah lain datang untuk memperdalam ilmu
agama Islam dari beliau. Dari sekian banyak murid yang berguru pada beliau ada
seorang Sultan yang masih muda belia yaitu Sultan Iskandar Muda.
foto: makam Tgk di Reubee yang tertutup dengan
kelambu
foto: para peziarah
sedang mendengarkan cerita Tgk Syik di Reubee dari penaga makam
Menurut
cerita oleh juru kunci makam beliau dikisahkan bahwa sungai yang mengalir di
sepanjang Gampong Raya Reubee dulunya sungai itu tidak ada air, dan untuk
mencari mata airpun susah. Sungai tersebut terbentuk ketika Tgk Syik di Reubee
melewati jalan tersebut. Beliau menyeret sebuah tongkat yang di berikan oleh
guru beliau saat melakukan kaluet (khalwat) di Gle Meulinteung Keumala, dan
kemudian menancapkan tongkatnya di Meunasah Raya, dari jalur inilah terbentukya
krueng (sungai) Reubee.
Beberapa
peninggalan beliau masih terjaga dengan baik sampai sekarang, seperti Al-Quran,
tongkat, piring dari situek yang sudah menjadi batu, serta gelas (pluman) yang
dasar bahannya dari bruek (tempurung).
Itulah
sedikit penjelasan tentang sejarah seorang ulama besar Syeck Abdus Samad
As-Sagaf atau yang lebih di kenal dengan sebutan Tgk Syik di Reubee. Semoga hal
ini dapat di ambil pelajaran dari kehidupan Tgk Syik di Reubee dan untuk
Pemerintah saya mengharapkan agar menjaga dan merawat situs sejarah tersebut
supaya generasi selanjutnya bisa mengetahui sejarah tentang bangsanya. Seperti
pepatah aceh “gadoeh aneuk meupat jeurat gadoeh adat pat ta mita”.
EmoticonEmoticon