10/29/2017

Masjid Poe Teumeuruhom Busu dalam sejarah Kesultanan Aceh Darussalam


foto: Masjid Poeteumeureuhom, Gampong Busu, Kecamatan Mutiara Barat

Suatu ketika di saat akhir pekan mulai menyapa, kami merencanakan untuk mengisi akhir pekan dengan pergi ke sebuah situs sejarah yang ikut menjadi ikon akan luasnya kekuasaan pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam saat dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Ya, mesjid ini merupakan tempat singgahnya Sultan Iskandar Muda saat beliau sedang melakukan perjalanan ke Panteraja. Informasi tentang keberadaan mesjid tersebut kami dapat jauh-jauh hari dari teman kami yang kebetulan juga menyukai sejarah dan bertempat tinggal di Busu, tempat mesjid tersebut berada.

Perjalanan kamipun di mulai setelah duduk sejenak merasakan nikmatnya kopi sareng Aceh di Sagoe Kupi. Brmm..…brrrmm…..bbrrrmmmm...!!! Kereta berbunyi kamipun berangkat.  Diketika dalam perjalanan kamipun ikut menjadi bagian dalam meramaikan lalulintas Sigli-Beureunuen. Selama perjalanan banyak hal yang kami temukan diantaranya ada anak-anak yang berkendara dibawah umur, mobil mogok, kecelakaan lalu lintas dipersimpangan Lampoh Saka hingga emak-emak yang lampu sennnya ke kiri tetapi malah belok kanan menjadi hiburan tersendiri.

Tidak terasa 15 menit berlalu dengan mudahnya. Kamipun sampai di Gampong Busu, Beureunuen. Karena Lokasi keberadaan Masjid tidak kami ketahui, kami berjalan lambat dengan sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan dengan harapan ada situs sejarah lainnya yang kami dapat. Tidak lama kemudian kami mendapati sebuah pamplek bertuliskan Masjid Po Teumeruhom. Inilah tempat yang kami cari. Kamipun mengikuti arahan dari pamplek tersebut.

Sampailah kami di Lokasi masjid dengan jarak kurang lebih 500 m dari lokasi pamplek berada.  Sejauh mata memandang, mesjid Poe Teumeuruhom ini dikelilingi oleh persawahan. Saat itu cuaca yang mendung, dikelilingi pepohonan serta angin berhembus membuat Masjid ini terasa begitu damai dan tentram. Ini terbukti dengan banyaknya warga setempat yang memilih untuk tidur siang di sebuah balai yang berada tepat di depan Masjid.

Di masjid ini terdapat sebuah lubang yang menurut keterangan bapak M. Nur lubang tersebut merupakan bekas tapak kaki Poe Teumueruhom (tapak kaki Raja). Dia juga menambahkan bahwa banyak masyarakat dari berbagai wilayah datang Shalat Jumat ke sini tiap minggunya. Selain itu, di dalam masjid ini juga terdapat sebuah mimbar khatib yang sangat khas dan hampir sama dengan mimbar khatib Masjid Guci Rompong peninggalan Tgk Syik Waido. Gaya arsitektur yang sangat klasik dan kuat membuat mimbar ini tampil tradisional meskipun umurnya sudah sangat sangat tua.


 foto: Pak M Nur memperlihatkan lubang bekas dari tapak kaki Poeteumeureuhom

 foto: Lubang bekas tapak kaki Poeteumeureuhom

 foto: Mimbar khatib yang mempunyai ukiran unik hampir pada semua bagian

M. Nur, seorang warga setempat mengatakan bahwa memang masjid ini pernah menjadi tempat persinggahan Sultan Iskandar Muda saat beliau hendak pergi ke Panteraja. Pria paruh baya ini juga menambahkan bahwa mesjid ini telah mengalami tiga kali perombakan dan dulunya sebelum dirombak didepan masjid ini terdapat sebuah kolam sebagai tempat wudhu’. Namun karena alasan perluasan masjid akhirnya kolam tersebut terpaksa dihilangkan. Kolam tersebut dihilangkan dengan cara ditimbun dari hasil pengerukan ketinggian pondasi masjid yang dikeruk sekitar 3 cm yang semula tingginya 15 cm menjadi 12 meter saja.

Tidak hanya itu, bergerak ke bagian selatan masjid terdapat sebuah makam yang menurut keterangan warga oleh Prof. Ali Hasymi makam tersebut diberi nama makam Ratna Wangsa. Makam ini terdapat di atas bukit kecil seperti pulau yang juga berada ditengah-tengah kawasan  persawahan. Timbul pertanyaan di benak kami, siapakah Ratna wangsa ini?? Tidak ada keterangan lebih lanjut tentang beliau sehingga bisa disimpulkan bahwa hanya Prof. Ali Hasymi yang tahu siapa beliau sampai-sampai memberi nama Ratna Wangsa, maklum karena beliau seorang Profesor hanya beliaulah yang lebih tahu.

 foto: Makam yang tidak terawat tepat berada di selatan masjid Poeteumeureuhom

 foto: Nisan pada makan yang sudah patah di biarkan begitu saja tanpa adanya perawatan

Namun jika dilihat dari struktur batu nisan, kami menyimpulkan bahwa Ratna Wangsa ini merupakan seseorang yang terpandang dan mempunyai kekuasaan di masanya. Meskipun batu nisan di makam beliau telah roboh/patah, diperkirakan batu nisan tersebut memiliki ketinggian sekitar 150 cm lebih. Kenapa bisa jadi patah? Jawabannya Cuma satu, karena tidak ada perawatan dan pemugaran dari lingkungan setempat, baik itu pemerintah ataupun masyarakat.

Kami sangat mengharapkan kepada pihak terkait seperti Pemda Kab Pidie dan Dinas Cagar Budaya untuk melakukan perawatan dan memlihara situs sejarah tersebut. Karena sangat di sayangkan apabila dibiarkan begitu saja dan kepada peneliti sejarah juga kami sangat menginginkan untuk meneliti lebih dalam tentang sejarah Ratna Wangsa tersebut tentang siapa beliau dan dimasa apa beliau hidup???

Baca Juga:



EmoticonEmoticon