Sultan Ma'ruf Syah (Raja Pedir)
Berangkat dari Sigli menuju ke sebuah Gampong yang berada
dalam wilayah kecamatan pidie,kabupaten pidie,yaitu gampong dayah klibeut,saya
beserta teman-teman memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke tujuan
kami selanjutnya,yaitu sebuah perbukitan yang orang di sana menyebutnya Cot
Kandang.
Sesampainya di sana kami bertemu dengan beberapa warga
setempat yang lagi duduk-duduk di sebuah balai tidak jauh dari Cot Kandang,lalu
saya bertanya tentang sebuah tempat pemakaman Raja yang berada di lokasi
tersebut.
Lalu seorang warga mengatakan kepada kami bahwa tepat di
atas bukit tersebut terdapat sebuah komplek pemakaman yang orang di sana
menyebutnya makam Raja,kamipun langsung menuju ke atas bukit tersebut,dengan
terlebih dahulu melalui jalan setapak yang telah banyak sekali semak belukar
yang menutup jalan ke sana.
Cot Kandang sebutannya,di karenakan di sana terdapat makam
Raja terdaulu yang pernah memerintah daerah pedir pada masa lalu,dalam komplek makam tersebut
terdapat 4 makam yang semuanya ada batu nisan di atasnya.
Kami memperkirakan batu nisan tersebut berasal dari Samudra
Pasai,itu di karenakan batu-batu nisan tersebut banyak terdapat di Samudra
Pasai,dan di salah satu batu nisan yang tulisannya masih tampak jelas di
jelaskan tentang seorang pada masa hidupnya adalah seorang Sultan yang diberi
gelar Ma’ruf Syah,namun namanya tidak disebutkan,Ma’ruf berarti kebajikan,makna
gelarnya itu kira-kira Raja kebaikan.
Ia wafat pada malam ahad,22 jumadil akhir 917 H,atau 14
september 1511 M,sebulan setelah Portugis menyerang Malaka pada 10 agustus 1511
M,dan Malaka jatuh ke tangan bangsa Kristiani tersebut ada 24 agustus
1511,sebuah kerugian besar yang di derita bangsa-bangsa Islam di Timur pada
permulaan abad ke-16.
Tahun 1511 adalah sebuah tahun paling menentukan bagi
Negara-Negara Islam di Timur,keterangan Marsden penulis dari Belanda menyangkut
hubungan sultan pidie dan sultan samudra pasai dengan portugis sebeum kejatuhan
malaka dalam tahun-tahun ini perlu di selidiki dan di luruskan.
Informasi yang diberikan inskripsi pada batu nisan makam
Sultan Ma’ruf Syah justru sangat bertentangan dengan cerita Marsden,atau yang
di dalam hikayat aceh,selain ayat-ayat Al-Quran begitu pula baik-bait Syair
yang mensinyalir sikap perlawanan yang di ambil Sultan Ma’ruf Syah dalam menghadapi
imperialisme Portugis.
Berangkat
dari Sigli menuju ke sebuah Gampong yang berada dalam wilayah kecamatan
pidie,kabupaten pidie,yaitu gampong dayah klibeut,saya beserta teman-teman
memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke tujuan kami selanjutnya,yaitu
sebuah perbukitan yang orang di sana menyebutnya Cot Kandang.
Sesampainya
di sana kami bertemu dengan beberapa warga setempat yang lagi duduk-duduk di
sebuah balai tidak jauh dari Cot Kandang,lalu saya bertanya tentang sebuah
tempat pemakaman Raja yang berada di lokasi tersebut.
Lalu
seorang warga mengatakan kepada kami bahwa tepat di atas bukit tersebut
terdapat sebuah komplek pemakaman yang orang di sana menyebutnya makam Raja,kamipun langsung menuju ke atas bukit tersebut,dengan terlebih dahulu
melalui jalan setapak yang telah banyak sekali semak belukar yang menutup jalan
ke sana.
Cot Kandang
sebutannya,di karenakan di sana terdapat makam Raja terdaulu yang pernah
memerintah daerah pedir pada masa
lalu,dalam komplek makam tersebut terdapat 4 makam yang semuanya ada batu nisan
di atasnya.
Kami
memperkirakan batu nisan tersebut berasal dari Samudra Pasai,itu di karenakan
batu-batu nisan tersebut banyak terdapat di Samudra Pasai,dan di salah satu
batu nisan yang tulisannya masih tampak jelas di jelaskan tentang seorang pada
masa hidupnya adalah seorang Sultan yang diberi gelar Ma’ruf Syah,namun namanya
tidak disebutkan,Ma’ruf berarti kebajikan,makna gelarnya itu kira-kira Raja
kebaikan.
Ia wafat
pada malam ahad,22 jumadil akhir 917 H,atau 14 september 1511 M,sebulan setelah Portugis menyerang Malaka pada 10 agustus 1511 M,dan Malaka jatuh ke tangan
bangsa Kristiani tersebut ada 24 agustus 1511,sebuah kerugian besar yang di
derita bangsa-bangsa Islam di Timur pada permulaan abad ke-16.
Tahun 1511
adalah sebuah tahun paling menentukan bagi Negara-Negara Islam di Timur,keterangan Marsden penulis dari Belanda menyangkut hubungan sultan pidie
dan sultan samudra pasai dengan portugis sebeum kejatuhan malaka dalam
tahun-tahun ini perlu di selidiki dan di luruskan.
Informasi
yang diberikan inskripsi pada batu nisan makam Sultan Ma’ruf Syah justru sangat
bertentangan dengan cerita Marsden,atau yang di dalam hikayat aceh,selain
ayat-ayat Al-Quran begitu pula baik-bait Syair yang mensinyalir sikap
perlawanan yang di ambil Sultan Ma’ruf Syah dalam menghadapi imperialisme Portugis.
Secara lebih terang dan tegas lagi sultan ma’ruf syah
disebut sebagai Al-jah Al-madhfur min Al-a’da,martabat yang di menangkan dari
musuhnya,dalam konteks tahun 1511,siapa yang telah disebut sebagai musuh
nya?tentu tidak lain dan tidak bukan adalah portugis.
Kepulangan pahlawan islam ini ke Rahmatullah merupakan
sebuah luka susulan di hati kaum Muslimin,di puncak sebuah bukit buatan di
Gampong Dayah Klibeut,Pidie inilah jasadya di makamkan,agar kepahlawanan dan
semangatnya senantiasa terpatri dalam ingatan Bangsanyanya.
Namun pergulatan dengan kaum Imperialisme belum
berakhir,dari Lamuri seorang pahlawan lain yang selama ini menyertai Sultan
Ma’ruf Syah bangkit pula untuk memimpin jihad di jalan Allah yaitu Sultan
Munawar Syah.
Sultan Munawwar Syah yang makam beliau terdapat di Pante
Raja,beliaulah yang melanjutkan perlawanan pada saat itu,kemudian di ikuti pula
oleh anak-anak dan cucunya dalam jihad ini,di antaranya yang paling terkenal
adalah Sultan Ali Mughayat Syah dan Malik Ibrahim.
Inilah sedikit kisah yang saya paparkan tentang sejarah dari
perjuangan seorang sultan ma’ruf syah yaitu seorang sultan pada masa kerajaan
pedir hingga beliau mangkat,semoga dari sejarah ini kita dapat memetik sebuah
pelajaran yang berharga untuk di jadikan sebuah pedoman hidup kita.
Seperti pepatah aceh mengatakan :"Mate aneuk meupat jeurat,gadoh adat male rajaGadoh bangsa tinggai kawom,gadoh reusam reuleh agamaMate raja tinggai keurajeu,gadoh hukom rakyat sengsara"
Komentar
Posting Komentar