5/27/2017

Sultan Ma'ruf Syah (Raja Pedir)


Berangkat dari Sigli menuju ke sebuah Gampong yang berada dalam wilayah kecamatan pidie,kabupaten pidie,yaitu gampong dayah klibeut,saya beserta teman-teman memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke tujuan kami selanjutnya,yaitu sebuah perbukitan yang orang di sana menyebutnya Cot Kandang.


Sesampainya di sana kami bertemu dengan beberapa warga setempat yang lagi duduk-duduk di sebuah balai tidak jauh dari Cot Kandang,lalu saya bertanya tentang sebuah tempat pemakaman Raja yang berada di lokasi tersebut.

Lalu seorang warga mengatakan kepada kami bahwa tepat di atas bukit tersebut terdapat sebuah komplek pemakaman yang orang di sana menyebutnya makam Raja,kamipun langsung menuju ke atas bukit tersebut,dengan terlebih dahulu melalui jalan setapak yang telah banyak sekali semak belukar yang menutup jalan ke sana.

Cot Kandang sebutannya,di karenakan di sana terdapat makam Raja terdaulu yang pernah memerintah daerah pedir  pada masa lalu,dalam komplek makam tersebut terdapat 4 makam yang semuanya ada batu nisan di atasnya.

Kami memperkirakan batu nisan tersebut berasal dari Samudra Pasai,itu di karenakan batu-batu nisan tersebut banyak terdapat di Samudra Pasai,dan di salah satu batu nisan yang tulisannya masih tampak jelas di jelaskan tentang seorang pada masa hidupnya adalah seorang Sultan yang diberi gelar Ma’ruf Syah,namun namanya tidak disebutkan,Ma’ruf berarti kebajikan,makna gelarnya itu kira-kira Raja kebaikan.

Ia wafat pada malam ahad,22 jumadil akhir 917 H,atau 14 september 1511 M,sebulan setelah Portugis menyerang Malaka pada 10 agustus 1511 M,dan Malaka jatuh ke tangan bangsa Kristiani tersebut ada 24 agustus 1511,sebuah kerugian besar yang di derita bangsa-bangsa Islam di Timur pada permulaan abad ke-16.

Tahun 1511 adalah sebuah tahun paling menentukan bagi Negara-Negara Islam di Timur,keterangan Marsden penulis dari Belanda menyangkut hubungan sultan pidie dan sultan samudra pasai dengan portugis sebeum kejatuhan malaka dalam tahun-tahun ini perlu di selidiki dan di luruskan.

Informasi yang diberikan inskripsi pada batu nisan makam Sultan Ma’ruf Syah justru sangat bertentangan dengan cerita Marsden,atau yang di dalam hikayat aceh,selain ayat-ayat Al-Quran begitu pula baik-bait Syair yang mensinyalir sikap perlawanan yang di ambil Sultan Ma’ruf Syah dalam menghadapi imperialisme Portugis.
Berangkat dari Sigli menuju ke sebuah Gampong yang berada dalam wilayah kecamatan pidie,kabupaten pidie,yaitu gampong dayah klibeut,saya beserta teman-teman memerlukan waktu sekitar 10 menit untuk sampai ke tujuan kami selanjutnya,yaitu sebuah perbukitan yang orang di sana menyebutnya Cot Kandang.

Sesampainya di sana kami bertemu dengan beberapa warga setempat yang lagi duduk-duduk di sebuah balai tidak jauh dari Cot Kandang,lalu saya bertanya tentang sebuah tempat pemakaman Raja yang berada di lokasi tersebut.

Lalu seorang warga mengatakan kepada kami bahwa tepat di atas bukit tersebut terdapat sebuah komplek pemakaman yang orang di sana menyebutnya makam Raja,kamipun langsung menuju ke atas bukit tersebut,dengan terlebih dahulu melalui jalan setapak yang telah banyak sekali semak belukar yang menutup jalan ke sana.

Cot Kandang sebutannya,di karenakan di sana terdapat makam Raja terdaulu yang pernah memerintah daerah pedir  pada masa lalu,dalam komplek makam tersebut terdapat 4 makam yang semuanya ada batu nisan di atasnya.

Kami memperkirakan batu nisan tersebut berasal dari Samudra Pasai,itu di karenakan batu-batu nisan tersebut banyak terdapat di Samudra Pasai,dan di salah satu batu nisan yang tulisannya masih tampak jelas di jelaskan tentang seorang pada masa hidupnya adalah seorang Sultan yang diberi gelar Ma’ruf Syah,namun namanya tidak disebutkan,Ma’ruf berarti kebajikan,makna gelarnya itu kira-kira Raja kebaikan.

Ia wafat pada malam ahad,22 jumadil akhir 917 H,atau 14 september 1511 M,sebulan setelah Portugis menyerang Malaka pada 10 agustus 1511 M,dan Malaka jatuh ke tangan bangsa Kristiani tersebut ada 24 agustus 1511,sebuah kerugian besar yang di derita bangsa-bangsa Islam di Timur pada permulaan abad ke-16.

Tahun 1511 adalah sebuah tahun paling menentukan bagi Negara-Negara Islam di Timur,keterangan Marsden penulis dari Belanda menyangkut hubungan sultan pidie dan sultan samudra pasai dengan portugis sebeum kejatuhan malaka dalam tahun-tahun ini perlu di selidiki dan di luruskan.

Informasi yang diberikan inskripsi pada batu nisan makam Sultan Ma’ruf Syah justru sangat bertentangan dengan cerita Marsden,atau yang di dalam hikayat aceh,selain ayat-ayat Al-Quran begitu pula baik-bait Syair yang mensinyalir sikap perlawanan yang di ambil Sultan Ma’ruf Syah dalam menghadapi imperialisme Portugis.














Secara lebih terang dan tegas lagi sultan ma’ruf syah disebut sebagai Al-jah Al-madhfur min Al-a’da,martabat yang di menangkan dari musuhnya,dalam konteks tahun 1511,siapa yang telah disebut sebagai musuh nya?tentu tidak lain dan tidak bukan adalah portugis.

Kepulangan pahlawan islam ini ke Rahmatullah merupakan sebuah luka susulan di hati kaum Muslimin,di puncak sebuah bukit buatan di Gampong Dayah Klibeut,Pidie inilah jasadya di makamkan,agar kepahlawanan dan semangatnya senantiasa terpatri dalam ingatan Bangsanyanya.

Namun pergulatan dengan kaum Imperialisme belum berakhir,dari Lamuri seorang pahlawan lain yang selama ini menyertai Sultan Ma’ruf Syah bangkit pula untuk memimpin jihad di jalan Allah yaitu Sultan Munawar Syah.

Sultan Munawwar Syah yang makam beliau terdapat di Pante Raja,beliaulah yang melanjutkan perlawanan pada saat itu,kemudian di ikuti pula oleh anak-anak dan cucunya dalam jihad ini,di antaranya yang paling terkenal adalah Sultan Ali Mughayat Syah dan Malik Ibrahim.

Inilah sedikit kisah yang saya paparkan tentang sejarah dari perjuangan seorang sultan ma’ruf syah yaitu seorang sultan pada masa kerajaan pedir hingga beliau mangkat,semoga dari sejarah ini kita dapat memetik sebuah pelajaran yang berharga untuk di jadikan sebuah pedoman hidup kita.

Seperti pepatah aceh mengatakan :

"Mate aneuk meupat jeurat,gadoh adat male raja
Gadoh bangsa tinggai kawom,gadoh reusam reuleh agama
Mate raja tinggai keurajeu,gadoh hukom rakyat sengsara"

Baca Juga:



EmoticonEmoticon