9/04/2017

Tgk Syik Cot Plieng, Ulama Turki yang Menetap di Aceh



Foto Komplek Makam Tgk Syik Cot Plieng

Malam itu, seperti biasanya kami duduk ngopi bersama team Beulangong Tanoeh di Sagoe kupi. Salah satu tempat ngopi ternama di Pidie. Ngopi ya gayo ngopi, no, ngopi ya sagoe kupi, hehe. Setelah kucelupkan  roti, Kiban  awak beulangong tanoh ? bak gampong lon na sit makam sidroe ulama, yang geujelaskan le ureng awai bahwasajih nama ulama nyan teungku syik cot plieng, cuma nama asli gobnyan hana lon tusoe.  Kata T Fahrizal, pada kamis 19 Juli 2017.

Kamipun terangangguk-angguk sembari sesekali meneguk kopi ditemani sepotong roti. Setelah lama berbincang-bincang, sampailah ke topik pembicaraan kami dengan menyepakati bersama untuk pergi ke makam tengku Syik Cot Plieng tersebut yang berada di Cot Plieng, Lamlo dan langsung membuat planing agar berjalan sesuai dengan rencana.
 
Keesokan harinya, kamipun berangkat. Perjalanan yang menempuh jarak lebih kurang 30 KM kami lalui dengan santainya sambil sesekali melihat kiri kanan mungkin saja kami bisa menemukan sesuatu. Kira-kira setelah melakukan perjalan selama 30 menit kamipun sampai di Gampong Lam Ujong. Lelahnya perjalanan membuat kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah Masjid yang masih dalam kawasan Gampong Lam Ujong sambil menunggu waktu Shalat Dzuhur. Nama Masjid tersebut adalah Masjid Syuhada.
 
Setalah selesai shalat zuhur, kamipun berjumpa dengan 2 orang pemuda Gampong Lam Ujong yang telah terlebih dahulu di ajak oleh T fahrizal. Kami berbincang-bincang sejenak sebelum berangkat ke lokasi. Persiapan menuju lokasi pertama telah di jelaskan, jalan yang kami laluipun sangat tidak bersahabat. Selain jalan yang berbukit, kondisi jalan sangatlah memprihatinkan dengan permukaan jalan yang hanya dilapisi oleh bebatuan.
 
Setelah menempuh jalan bebatuan selama 15 menit, sampailah kami di lokasi pertama yaitu situs Masjid peninggalan Tgk Syik Cot Plieng. Kondisi bangunan yang telah di rombak total menghilangkan jejak-jejak Sejarah Masjid yang dulunya Masjid ini merupakan pusat perkembangan ajaran Islam di masa Tgk Syik Cot Plieng. Hanya pondasi-pondasi yang telah roboh yang masih tersisa.


Foto Masjid peninggalan Tgk Syik Cot Plieng

Menurut penuturan Barullah dan Bahagia, pemuda yang kami bawa tadi menjelaskan bahwa setelah masjid di rombak banyak masyarakat yang berdatangan kemari untuk sekedar mengunjungi ataupun shalat di masjid tersebut. Mereka juga menjelaskan semenjak berdirinya masjid baru yang telah direnovasi, hasil pertanian di beberapa Gampong di wilayah Cot Plieng menjadi meningkat dan memuaskan petani

Setelah mengamati dan mengambil dokumentasi Masjid tersebut, kamipun melanjutkan perjalanan ke lokasi utama yaitu makam Tgk Syik Cot Plieng. Dengan kondisi jalan yang masih sama, kami di suguhi dengan pemandangan yang begitu indah. Sawah yang begitu luas nan hijau membentang di kaki perbukitan menjadi pemandangan tersendiri bila kita menuju ke makam Tgk Syik Cot Plieng.

Sesampainya di komplek makam, hal pertama yang saya rasakan adalah kedamaian tanpa ada bisingan dari kuda-kuda jepang serta tempatnya yang masih asri dengan pepohonan yang lebat menutupi komplek pemakaman. Sebelum masuk ke kawasan makam tepatnya di depan komplek makam terdapat sebuah kolam yang sekelilingnya di susun batu sungai untuk menjaga agar tanah di samping kolam tidak roboh (longsor), dan tidak jauh dari kolam terdapat sebuah sumur tua yang airnya sangat jernih. Selain itu juga terdapat sebuah balai yang di gunakan untuk shalat dan mengaji.




Foto Kolam di depan Komplek Makam Tgk Syik Cot Plieng


Foto sumur tua di depan Komplek Makam Tgk Syik Cot Plieng


Saat masuk komplek makam hawa sejuk begitu terasa, terdapat puluhan makam dalam komplek tersebut dan yang menjadi perbedaannya di atas makam Tgk Syik Cot Plieng telah di dirikan bangunan yang sangat sederhana dengan hanya berdindingkan papan yang beratapkan seng. Tidak hanya itu, disamping makam Tgk Syik Cot Plieng terdapat pula beberapa makam, diantaranya makam Tgk Syik Abdur Rahman dari Lampoih Teubee, makam Cut Ti Asiah, dan makam Tgk Johan di Keudah.


Foto di dalam Makam Tgk Syik Cot Plieng
 

Foto para peziarah sedang melihat makam Tgk Syik Cot Plieng


Foto peziarah sedang membasuh muka dengan air yang terdapat di dalam Guci

Setelah selasai di situ, kami melanjutkan perjalanan ke rumah juru kunci makam Tgk Syik Cot Plieng yaitu Tgk Muhammad Rizwan di Gampong Lhok Rheuh, Blang Kumot Tunoeng. Karena beliau tidak berada di rumah kamipun istirahat sejenak tidak jauh dari rumah beliau. Saat sedang asik menikmati minuman dingin sambil bersenda gurau dengan warga sekitar kami bertemu dengan ibu Khadijah Yusuf yang tidak lain ialah kakak dari  Tgk Muhammad Rizwan.
 
Menurut penuturan ibu khadijah yusuf (73) Tgk Syik Cot Plieng bernama asli Makrum Thahir bin Syekh Abdul Ghoni bin Khaitami bin Pakeh Abdul Wahab Turki yang di perkirakan datang ke Aceh pada abad ke-18 dari Turki. Beliau adalah seorang tokoh dengan reputasi yang luar biasa dan dikenal berbagai kalangan.
 
Ibu khadijah juga menjelaskan saat melakukan perlawanan dengan Belanda Tgk Syik Cot Plieng melakukan siasat perang gerilya yaitu dengan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mengelabui para marsose Belanda.
 
Pada saat Tgk Syik Cot Plieng melakukan ibadah haji ke Mekkah di sana beliau bertemu dengan Abdul Ghafar yang tidak lain adalah Snock Hungroje seorang peneliti Belanda yang masuk Islam untuk mempelajari tentang Aceh. Dalam pertemuan tersebuat beliau menjelaskan tentang keadaan Aceh dan pada saat itu mengajak Abdul Ghafar ke Aceh dan menetap di Samalanga.
 
Saat Sultan dan Panglima Polem menyerah, perjuangan di bagian Pidie meningkat di bawah pimpinan ulama Tgk Syik Cot Plieng. Namanya dicatat pihak Belanda karena banyaknya sabotase yang dilakukannya, terutama pembongkaran rel kereta api. Sebelum itu, Tgk Cot Plieng juga telah berkali-kali terlibat langsung dalam pertempuran dengan Belanda. Salah satu peristiwa penting yang perlu dicatat khusus adalah pertempuran memperebutkan Pulo Ciciem Kuta Putoih, Menyusul serangan van Heutsz pada 12 juni 1898.
 
Setelah melakukan perlawanan dengan Belanda yang begitu panjang beliau syahid di tangan Belanda tepatnya di daerah Ukee Kleung, Gunong Halimon dan di makamkan di Gampong Cot Plieng tepat di atas sebuah bukit yang orang di situ menyebutnya Gle Meulinteung.
 
Beberapa benda peninggalan Makrum Thahir bin Syekh Abdul Ghoni seperti tongkat, stempel, dan kitab karangan beliau sekarang tersimpan dengan baik di meuseum Belanda. Sudah sepatutnya kita sebagai penerus dari pejuang-pejuang masa lalu untuk menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan tersebut, dan menjadikan perjuangan tersebut sebagai motivasi kita untuk bergerak lebih maju.



Foto para pencari jejak sedang mewawancarai narasumber
 
Foto sedang mewawancarai narasumber


Foto sedang mewawancarai narasumber ke 2


Foto bersama narasumber setelah mewawancarai

Baca Juga:



EmoticonEmoticon