Tgk Syik Cot Plieng, Ulama Turki yang Menetap di Aceh
Foto Komplek Makam Tgk Syik Cot Plieng
Malam
itu, seperti biasanya kami duduk ngopi bersama team Beulangong Tanoeh di Sagoe
kupi. Salah satu tempat ngopi ternama di Pidie. Ngopi ya gayo ngopi, no, ngopi
ya sagoe kupi, hehe. Setelah kucelupkan
roti, Kiban awak beulangong tanoh
? bak gampong lon na sit makam sidroe ulama, yang geujelaskan le ureng awai
bahwasajih nama ulama nyan teungku syik cot plieng, cuma nama asli gobnyan hana
lon tusoe. Kata T Fahrizal, pada kamis
19 Juli 2017.
Kamipun
terangangguk-angguk sembari sesekali meneguk kopi ditemani sepotong roti.
Setelah lama berbincang-bincang, sampailah ke topik pembicaraan kami dengan
menyepakati bersama untuk pergi ke makam tengku Syik Cot Plieng tersebut yang
berada di Cot Plieng, Lamlo dan langsung membuat planing agar berjalan sesuai
dengan rencana.
Keesokan
harinya, kamipun berangkat. Perjalanan yang menempuh jarak lebih kurang 30 KM
kami lalui dengan santainya sambil sesekali melihat kiri kanan mungkin saja
kami bisa menemukan sesuatu. Kira-kira setelah melakukan perjalan selama 30
menit kamipun sampai di Gampong Lam Ujong. Lelahnya perjalanan membuat kami
memutuskan untuk beristirahat di sebuah Masjid yang masih dalam kawasan Gampong
Lam Ujong sambil menunggu waktu Shalat Dzuhur. Nama Masjid tersebut adalah
Masjid Syuhada.
Setalah
selesai shalat zuhur, kamipun berjumpa dengan 2 orang pemuda Gampong Lam Ujong
yang telah terlebih dahulu di ajak oleh T fahrizal. Kami berbincang-bincang
sejenak sebelum berangkat ke lokasi. Persiapan menuju lokasi pertama telah di
jelaskan, jalan yang kami laluipun sangat tidak bersahabat. Selain jalan yang
berbukit, kondisi jalan sangatlah memprihatinkan dengan permukaan jalan yang
hanya dilapisi oleh bebatuan.
Setelah
menempuh jalan bebatuan selama 15 menit, sampailah kami di lokasi pertama yaitu
situs Masjid peninggalan Tgk Syik Cot Plieng. Kondisi bangunan yang telah di
rombak total menghilangkan jejak-jejak Sejarah Masjid yang dulunya Masjid ini
merupakan pusat perkembangan ajaran Islam di masa Tgk Syik Cot Plieng. Hanya
pondasi-pondasi yang telah roboh yang masih tersisa.
Foto Masjid peninggalan Tgk Syik Cot Plieng
Menurut
penuturan Barullah dan Bahagia, pemuda yang kami bawa tadi menjelaskan bahwa
setelah masjid di rombak banyak masyarakat yang berdatangan kemari untuk
sekedar mengunjungi ataupun shalat di masjid tersebut. Mereka juga menjelaskan
semenjak berdirinya masjid baru yang telah direnovasi, hasil pertanian di
beberapa Gampong di wilayah Cot Plieng menjadi meningkat dan memuaskan petani
Setelah
mengamati dan mengambil dokumentasi Masjid tersebut, kamipun melanjutkan
perjalanan ke lokasi utama yaitu makam Tgk Syik Cot Plieng. Dengan kondisi
jalan yang masih sama, kami di suguhi dengan pemandangan yang begitu indah.
Sawah yang begitu luas nan hijau membentang di kaki perbukitan menjadi
pemandangan tersendiri bila kita menuju ke makam Tgk Syik Cot Plieng.
Sesampainya
di komplek makam, hal pertama yang saya rasakan adalah kedamaian tanpa ada
bisingan dari kuda-kuda jepang serta tempatnya yang masih asri dengan pepohonan
yang lebat menutupi komplek pemakaman. Sebelum masuk ke kawasan makam tepatnya
di depan komplek makam terdapat sebuah kolam yang sekelilingnya di susun batu
sungai untuk menjaga agar tanah di samping kolam tidak roboh (longsor), dan
tidak jauh dari kolam terdapat sebuah sumur tua yang airnya sangat jernih.
Selain itu juga terdapat sebuah balai yang di gunakan untuk shalat dan mengaji.
Foto Kolam di depan Komplek Makam Tgk Syik Cot
Plieng
Foto sumur tua di depan Komplek Makam Tgk Syik Cot
Plieng
Saat
masuk komplek makam hawa sejuk begitu terasa, terdapat puluhan makam dalam
komplek tersebut dan yang menjadi perbedaannya di atas makam Tgk Syik Cot
Plieng telah di dirikan bangunan yang sangat sederhana dengan hanya
berdindingkan papan yang beratapkan seng. Tidak hanya itu, disamping makam Tgk
Syik Cot Plieng terdapat pula beberapa makam, diantaranya makam Tgk Syik Abdur
Rahman dari Lampoih Teubee, makam Cut Ti Asiah, dan makam Tgk Johan di Keudah.
Foto di dalam Makam Tgk Syik Cot Plieng
Foto para peziarah sedang melihat makam Tgk Syik Cot
Plieng
Foto peziarah sedang membasuh muka dengan air yang
terdapat di dalam Guci
Setelah
selasai di situ, kami melanjutkan perjalanan ke rumah juru kunci makam Tgk Syik
Cot Plieng yaitu Tgk Muhammad Rizwan di Gampong Lhok Rheuh, Blang Kumot
Tunoeng. Karena beliau tidak berada di rumah kamipun istirahat sejenak tidak
jauh dari rumah beliau. Saat sedang asik menikmati minuman dingin sambil
bersenda gurau dengan warga sekitar kami bertemu dengan ibu Khadijah Yusuf yang
tidak lain ialah kakak dari Tgk Muhammad
Rizwan.
Menurut
penuturan ibu khadijah yusuf (73) Tgk Syik Cot Plieng bernama asli Makrum
Thahir bin Syekh Abdul Ghoni bin Khaitami bin Pakeh Abdul Wahab Turki yang di
perkirakan datang ke Aceh pada abad ke-18 dari Turki. Beliau adalah seorang
tokoh dengan reputasi yang luar biasa dan dikenal berbagai kalangan.
Ibu
khadijah juga menjelaskan saat melakukan perlawanan dengan Belanda Tgk Syik Cot
Plieng melakukan siasat perang gerilya yaitu dengan berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain untuk mengelabui para marsose Belanda.
Pada
saat Tgk Syik Cot Plieng melakukan ibadah haji ke Mekkah di sana beliau bertemu
dengan Abdul Ghafar yang tidak lain adalah Snock Hungroje seorang peneliti
Belanda yang masuk Islam untuk mempelajari tentang Aceh. Dalam pertemuan
tersebuat beliau menjelaskan tentang keadaan Aceh dan pada saat itu mengajak
Abdul Ghafar ke Aceh dan menetap di Samalanga.
Saat
Sultan dan Panglima Polem menyerah, perjuangan di bagian Pidie meningkat di
bawah pimpinan ulama Tgk Syik Cot Plieng. Namanya dicatat pihak Belanda karena
banyaknya sabotase yang dilakukannya, terutama pembongkaran rel kereta api.
Sebelum itu, Tgk Cot Plieng juga telah berkali-kali terlibat langsung dalam
pertempuran dengan Belanda. Salah satu peristiwa penting yang perlu dicatat
khusus adalah pertempuran memperebutkan Pulo Ciciem Kuta Putoih, Menyusul
serangan van Heutsz pada 12 juni 1898.
Setelah
melakukan perlawanan dengan Belanda yang begitu panjang beliau syahid di tangan
Belanda tepatnya di daerah Ukee Kleung, Gunong Halimon dan di makamkan di
Gampong Cot Plieng tepat di atas sebuah bukit yang orang di situ menyebutnya
Gle Meulinteung.
Beberapa
benda peninggalan Makrum Thahir bin Syekh Abdul Ghoni seperti tongkat, stempel,
dan kitab karangan beliau sekarang tersimpan dengan baik di meuseum Belanda.
Sudah sepatutnya kita sebagai penerus dari pejuang-pejuang masa lalu untuk
menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan tersebut, dan menjadikan perjuangan
tersebut sebagai motivasi kita untuk bergerak lebih maju.
Foto para pencari jejak sedang mewawancarai
narasumber
Foto sedang mewawancarai narasumber
Foto sedang mewawancarai narasumber ke 2
Foto bersama narasumber setelah mewawancarai
Komentar
Posting Komentar