Menilik Batu Nisan Peninggalan Kerajaan Aceh di Kabupaten Pidie


foto: Beberapa tipe batu nisan Aceh yang terdapat di Kabupaten Pidie
Sepanjang riwayat kehidupan manusia, sejarah Aceh memang masih terlalu singkat. Hal ini mengacu kepada sejarah Aceh yang dapat terugkap paling jauh (mundurnya) hanya sampai sekitar abad ke-7 M. Dimulai dari kerajaan Peureulak kemudian Pasai, lalu Pidie dan juga Lamuri sampai akhirnya Kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi puncak kejayaan sekitar abad ke-14 M. Beberapa penemuan situs lama di wilayah pesisir pantai timur Aceh dan di pantai barat dapat memperkaya khazanah sejarah wilayah ini.

Membahas Kerajaan Aceh Darussalam tidak akan terlepas dengan Kerajaan Pedir, yaitu sebuah wilayah yang berada di pesisir utara Sumatra. Sejak dulu Pedir di kenal dengan kota dagangnya yang sangat ramai oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Ini bisa di buktikan dengan adanya pelabuhan-pelabuhan besar di masa lalu hingga sekarang masyrakat Pidie sangat gemar dalam berdagang. Banyak hasil-hasil alam dari Pidie seperti lada,  emas dan kapur di ekspor ke luar Aceh.

Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, Pedir termasuk dalam wilayah administratif Kerajaan Aceh Darussalam yang di taklukkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan menjadi daerah yang mempunyai otonomi khusus selain Samudra Pasai. Hak Otonomi ini menjadikan Pedir mempunyai kewenangan dalam memerintah, mengatur dan menjalankan roda pemerintahannya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Aceh Darussalam berkembang dengan sangat cepat hingga puncaknya ketika masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Beliau melakukan banyak ekpansi dalam menyebarkan Islam termasuk menaklukkan negeri Pahang di Malaysia. Setelah beliau wafat Kerajaan Aceh mengalami kemundurun sedikit demi sedikit dan puncaknya yaitu saat Belanda menangkap Sultan Muhammad Daud Syah dan di asingkan ke Batavia.

Kemunduran Aceh sangat berdampak pada peningalan-peningalan dari Kerajaan Aceh yang di hancurkan oleh Belanda sehingga mengakibatkan hilangnya jejak-jejak Kerajaan yang ada di Aceh sampai sekarang. Singkatnya, karena hal itu sejarah Aceh menjadi hilang seperti daruddunya (istana raja). Beberapa peninggalan Kerajaan Aceh yang bisa kita temui saat ini salah satunya yaitu batu nisan (kuburan raja-raja).

Hampir setiap daerah di Aceh memiliki warisan peninggalan seperti batu nisan, maka batu nisan yang akan kita bicarakan dalam pembahasan ini yaitu batu nisan yang terdapat di Kabupaten Pidie. Batu nisan di buat dari batu yang mempunyai makna sebagai suatu pelengkap dari sebuah makam Islam yang fungsinya sebagai suatu tanda untuk membedakan bagian kepala dan kaki serta arah letak bagi orang yang telah meninggal.

Apabila di amati, bentuk-bentuk batu nisan Aceh memiliki perbedaan dari masa ke masa. Hal ini dapat di lihat dengan batu nisan di awal Kerajaan Aceh seperti batu nisan yang di jumpai di pusat Kerajaan Islam pertama Samudra Pasai abad ke-13 M dengan batu nisan yang ada di daerah Kerajaan Aceh Darussalam akhir pada abad ke-17 memiliki perbedaan.

Menurut Ambary (1988) batu nisan aceh di bagi dalam tiga bentuk, yaitu bentuk gabungan “sayap-bucranc”, bentuk persegi panjang dengan hiasan kepala kerbau dan bentuk bundar atau slinder. Beberapa jenis batu nisan masa Kerajaan Aceh Darussalam dan Samudra Pasai bisa kita jumpai sampai sekarang ini di Pidie.


Sayap-bucranc

 foto: Nisan Aceh tipe sayap (Bucranc), seperti yang terdapat dikomplek Makam Raja Peunaroe, Keumangan, Kec Mutiara, Kab Pidie

Batu nisan yang berbentuk gabungan sayap-bucranc telah di gunakan pada abad ke-13 M. Batu nisan yang menampakkan ciri-ciri dengan pola hias bucranc yaitu berbentuk tanduk kerbau baik yang tampak nyata ataupun yang telah di beri gaya. Lazimnya pada sisi luar dari bucranc bagian puncak batu nisan di jumpai hiasan sayap. Batu nisan dengan bentuk tanduk sering di jadikan sebagai model pola hias pada rumah-rumah ataupun bangunan suci dalam masyarakat tradisional Indonesia.

Ciri lain dari batu nisan ini adalah di bagian kaki terdapat kesan pahatan yang berbentuk segi tiga dan di kedua sisi kiri dan kanan terdapat hiasan berbentuk antefik. Di bagian tengah badan batu nisan ini terdapat sebuh panneau (bingkai) bersusun tiga yang masing-masing di pisahkan oleh satu garis pemisah. Setiap bingkai di isi dengan tulisan Arab (kaligrafi). Sementara pucuk batu nisan berbentuk kepala kerbau yang merupakan mahkota dan tersusun dalam tiga tingkatan yang menyerupai sebuah lotus (bunga teratai).

Dari tiga tingkatan itu, tingkat pertama terdapat sebuah lingkaran yang di dalamnya di hiasi dengan tulisan arab disertai dengan bagian sisi kiri dan kanan di jumpai bidang yang di hiasi dengan tulisan arab. Pada bagian tengah tingkatan kedua terdapat sebuah bidang berbentuk bulat yang di dalamnya dihiasi dengan kaligrafi arab yang sangat indah. Sementara di bagian puncaknya tidak di jumpai adanya hiasan. Salah satu contoh batu nisan ini seperti yang terdapat pada komplek makam raja peunaroe Keumangan, Kecamatan Mutiara Barat, Kabupaten Pidie.

Nisan Persegi Panjang

 foto: Nisan Aceh tipe Persegi Panjang, seperti yang terdapat di Gampong Ketumbue, Sanggeu,Kec Pidie, Kab Pidie

Pada dasarnya batu nisan ini berbentuk empat persegi dengan hiasan seperti kepala kerbau dan puncaknya juga terdapat hiasan yang merupakan mahkota dari batu nisan tersebut. Bila diamati secara, bentuk batu nisan persegi panjang ini menyerupai sebuah miniatur candi. Bagian tengah batu nisan berbentuk empat persegi dan terdapat beberapa baris kaligrafi Arab.

Kemudian di batu nisan model ini di jumpai lukisan yang di bagi dalam dua atau tiga bagian dimana setiap bagiannya di pisahkan oleh  garis. tetapi hiasan yang paling banyak di jumpai ialah di bagian puncak. Umumnya batu nisan berbentuk persegi panjang ini mewakili budaya batu Nisan Aceh antara abad ke-15 M hingga ke-16 M. Salah satu contoh batu nisan jenis persegi panjang ini bisa ditemukan di Gampong Ketumbu mukim sanggeu, kecamatan pidie, kabupaten pidie.  

Nisan Bundar atau Silinder

foto: Nisan Aceh tipe Bundar atau Selinder, seperti yang terdapat dikomplek Makam Raja Pedir, Cot Kandang, Keulibeut dayah Tanoh,Kec Pidie, Kab Pidie

Nisan ini mengambil pola pada akar bentuk yang telah ada dalam seni bangunan pra Islam, yaitu bentuk lingga semasa Hindu dan bentuk Menhir semasa tradisi Megalitik. Kemudian bentuk ini mengalami perkembangan dengan berbagai variasi baik pada bagian kaki, badan, maupun puncak batu nisan. 

Di pidie nisan bundar atau silinder ini bisa kita jumpai di komplek makam Raja Pedir, Cot Kandang, Keulibeut Dayah Tanoh, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie. Model batu ini digunakan pada masa abad ke-18 M dan 19 M.

Selain dari tiga bentuk yang telah di jelaskan di atas, di Pidie juga di temukan beberapa nisan lain yang belum pernah di jumpai di daerah lain, seperti nisan berbentuk sarbusy atau penutup kepala yang terdapat di Gampong Keutumbu, Sanggeu. Kemudian juga terdapat di komplek Kandang, Gampong Barieh, Kecamatan Kota Bakti. Sementara di Komplek Makam Kandang ini batu nisan yang ditemukan adalah model batu nisan yang memiliki kaligrafi Arab yang berbahasa China.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan sejarah, telah ditemukan batu nisan Aceh model terbaru yaitu batu nisan Plak Pleng. Jenis batu nisan plak pleng secara morfologis sangat berbeda dengan batu nisan dari Periode Samudera Pasai dan Aceh Darussalam. Rancangan bentuknya menyerupai tiang tugu batu yang diukir dan dipenuhi oleh motif hias yang dipahat dalam dengan tema bunga berukuran besar seperti teratai biru atau lotus dan melati atau jasmin.


Bentuk dan gaya kaligrafi Islamnya juga sangat berbeda, menggunakan jenis khat Tsulust-Naskhi dengan garis vertikal yang melebar dengan ujung-ujung terpotong tajam. Rancangan bentuk motif dan gaya seni pahat batu nisan ini sering ditemukan dan secara kronologis yang lebih awal yaitu akhir abad ke-15 M hingga awal abad ke-16 M. Contoh batu nisan jenis ini yang terdapat di Pidie bisa dijumpai di Komplek Makam Kandang Gampong Barieh, Kecamatan Kota Bakti Kab. Pidie.

 
foto: Nisan Aceh tipe Plak Pleng, seperti yang terdapat pada Komplek Makam Poeteumeureuhom Kandang, Barieh, Kec Kota Bakti, Kab Pidie.
Itulah sedikit penjelasan tentang beberapa batu nisan yang terdapat di Kabupaten Pidie dan sudah sepatutya para pihak terkait dan pemerintah setempat untuk menjaga dan merawat situs cagar budaya tersebut agar tidak hilang. Kita juga sebagai penerus bangsa saya harapkan untuk selalu menjaga, merawat, dan memelihara peninggalan dari para endatoe kita terdahulu.

Sumber : ambary (1998) “persebaran kebudayaan aceh di Indonesia melalui peninggalan arkeologi khususnya batu-batu nisan”.dalam majalah INTIM.edisi khusus no.4 thn.ke-7,hlm.9-16.jakata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cap Imam Muda Guci Rumpong

Pesona Teuraceu Kuala Pante