Jejak Perjuangan Aceh Vs Belanda Di Komplek Pemakaman Gampong Pulo Masjid Tangse

 Foto: Komplek makam keluarga di Tiro, Gampong Pulo Masjid, Kec Tangse

Tangse merupakan sebuah kawasan di Kabupaten Pidie yang dikenal dengan panorama alamnya yang indah dan duriannya yang terkenal hingga keluar Aceh. Dibalik itu semua ternyata Tangse juga menyimpan sejarah masa lalu yang masih menjadi tanda tanya. Hal ini karena sejarah tentang Tangse masih menjadi rahasia-rahasia yang belum terungkap kepermukaan.

Banyak peristiwa masa lalu yang terjadi diwilayah Tangse seperti halnya peperangan antara pejuang Aceh dengan marsose-marsose Belanda. Diketahui bahwa banyak dari pejuang Aceh mati syahid di gunung Tangse. Tidak hanya dari pihak Aceh, dari pihak Belandapun banyak para serdadu yang mati konyol ditangan para pejuang.

Dalam peperangan tersebut banyaknya pasukan yang gagal dalam medan peperangan. Sebuah komplek pemakaman umum di Gampong Pulo Masjid Tangse menjadi saksi. Disana terdapat 3 makam pahlawan Aceh yang mati syahid. Makam ini terletak disamping Masjid Puloe Masjid. Setiap minggu makam ini selalu dikunjungi oleh para peziarah yang ingin sekedar berziarah atau melepas nazar di makam ulama tersebut.

Makam yang pertama adalah makam Tgk Mahidin atau yang lebih dikenal dengan Tgk Syik Mayet. Beliau seorang Panglima sekaligus Wali Negara Aceh setelah Tgk Syik di Tiro Muhammad Amin. Saat beliau menjadi panglima perang Aceh, pertempuran semakin meluas keseluruh Aceh singga beliau syahid pada tanggal 5 september 1910 di Gunong Halimon setelah dua peluru dari serdadu Belanda melubangi tubuhnya. Ketika jenazah Tgk Syik Mayet dibawa pulang ke Tangse untuk dikebumikan, ribuan rakyat Aceh berduyun-duyun datang menyaksikan sambil menangis menuju ke Tangse.

Setelah Tgk Syik Mayet wafat, dipilihlah Tgk Syik Ma’ad Tiro untuk melanjutkan perjuangan Aceh yang tidak lain beliau adalah anak dari Tgk Syik di Tiro Muhammad Amin. Saat penambatan beliau sebagai Panglima Aceh dan Wali Nanggroe beliau masih berusia 16 tahun. Tgk Syik Ma’ad yang muda ini tumbuh dan besar dalam medan perang sehingga perjuangan pada saat itu dipercayakan oleh bangsa Aceh di bawah pundaknya.

Karena usianya yang masih muda Belanda mencoba membujuknya untuk menyerah secara damai dengan alasan politik dan kemanusiaan, tetapi beliau mengubris bujukan Belanda. Beliau dan semua pejuang Aceh yang tersisa akan melanjutkan perjuangan menentang kafir Balanda dengan perlawanan hingga menang atau syahid. Tgk Syik Ma’ad Tiro syahid pada tanggal 3 desember 1911 dalam perang di Alue Bhot Tangse, Pidie.

Selain makam-makam tersebut terdapat satu lagi makam ulama dan pejuang Aceh yaitu makam Tgk Muhammad Hasan. Beliau juga gugur di Gunong Halimon pada tahun 1910 dalam perjuangan melawan penjajah Belanda.

Hingga akhir perlawanan dengan belanda Aceh tidak pernah menandatangani surat menyerah kepada Belanda. Sebuah tragedi kebangsaan Aceh yang ketika itu menunjukkan kebesaran sebuah bangsa yang tiada taranya. Inilah kejadian yang penuh isyarat, simbolisme yang memberi intisari dan hikmah yang sempurna untuk bangsa aceh dalam peperangan dengan Belanda. Menurut hukum internasional, kedaulatan Aceh tetap ditangan rakyat tidak pernah berpindah tangan kepada Belanda hingga peperangan berakhir.

 

Foto: Komplek makam keluarga di Tiro, Gampong Pulo Masjid, Kec Tangse