9/26/2022

Panglima Perang Dari Negeri Meureudu

Foto : Makam Panglima Malem Dagang di Gampong Meunasah Kumbang, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya.


Kerajaan Sahe atau Sanghela yang berada di Kawasan Ule Gle dan Meureudu, untuk mengetahui keberadaan para pendiri dan penduduk kerajaan Sahe/Sanghela tersebut, informasi dari asal-usul kerajaan Poli/Pedir di Kabupaten Pidie sekarang mungkin bisa membantu, karena keberadaan negeri Meureudu dan negeri Pedir keduanya tidak bisa dipisahkan.


Pada masa kesultanan Aceh Darussalam negeri Meureudu telah bergabung dan menjadi negeri yang bebas pajak hal itu karena kenegerian Meureudu menjadi lumbung padi bagi wilayah kesultanan Aceh. Kunjungan Sultan Iskandar Muda ke negeri Meureudu dalam sebuah hikayat Malem Dagang yang ditulis oleh Teungku Chik Pante Geulima, ulama besar negeri Meureudu. Hikayat itu mengisahkan sejarah penyerangan Sultan Iskandar Muda ke tanah Semenanjung Melayu (Malaysia).


Menurut H.M. Zainuddin dalam tulisannya “Aceh dalam Inskripsi dan Lintasan Sejarah”. Sebelum Islam masuk ke Aceh, Aceh  telah berkembang menjadi kota kerajaan hindu seperti : kerajaan Poli di Pidie yang berkembang sekitar tahun 413 M. Semua kota-kota hindu tersebut setelah Islam kuat di Aceh dihancurkan, bekas-bekas kerajaan itu masih bisa di periksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan ulim dengan Meurah Dua).


Kerajaan Sahe terbentuk dan di bawa oleh pendatang dari pulau Ceylon, tentang kedatangan dan pengaruh pendatang dari Ceylon itu juga di ungkapkan H. Muhammad Said dalam makalah “Budaya pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II, agustus 1972”. Ia menjelaskan pada tahun 1891, seorang peneliti asing bernama G.K. Nieman sudah menemukan 150 kata dari bahasa campa dalam bahasa Aceh. Demikian juga dengan bahasa Khmer (Kamboja) tetapi yang sangat dominan adalah bahasa Melayu dan bahasa Arab.


Menurut ali hasjmy dalam buku “Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, terbitan beuna, Jakarta (1983)”. Hikayat itu mulai ditulis pada hari Senin, 17 Rajab 1055 H (1645 M), pada masa Kesultanan Aceh dipimpin oleh Ratu Safiatuddin Nur Alam Syah. Sebelum Sultan Iskandar Muda dengan pasukannya berlayar ke Semenanjung Melayu, ia mendatangi beberapa negeri dalam wilayah Kesultanan Aceh Darussalam untuk menghimpun bala tentara. Salah satunya adalah ke negeri Meureudu untuk menjumpai Teungku Japakeh dan Panglima Malem Dagang yang akan dijadikannya sebagai penasehat militer dalam penyerangan tersebut.


Para panglima asal negeri Meureudu dikenal sebagai orang yang berkarakter, suaranya keras, matanya kadang terbelalak kalau sedang marah. Oleh karena itu orang Meureudu dijuluki dengan sebutan “mata hu su meutaga”, yakni mata terbelalak dan bersuara keras. Hal ini secara historis menjadi karakter masyarakat di negeri Meureudu yang bersikap tegas, disiplin dan konsekwen. Nah oleh sebab itu dari golongan merekalah yang banyak menjadi panglima.


Foto : Makam Panglima Malem Dagang di Gampong Meunasah Kumbang, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya.


Begitulah halnya dengan Teungku Malem Dagang yang diangkat sebagai salah seorang panglima perang yang memiliki watak keras, yang berani bersikap lantang di hadapan sultan selama sikap yang diyakininya itu benar. Teungku Malem Dagang di angkat oleh sultan sebagai panglima perang setelah sebelumnya di adakan pertemuan dengan Teungku Japakeh di negeri Meureudu. Kepada sultan beliau mengusulkan agar Malem Dagang diangkat menjadi panglima perang menyerang semenanjung Malaya. Hal tersebut diterima oleh sultan dan Malem Dagang pun diangkat menjadi panglima.


Dikisahkan dalam hikayat Malem Dagang pada saat penyerangan ke Johor, Pahang dan Malaka. Raja yang paling kuat adalah raja si ujud yang kebal dan tidak mempan dengan senjata tajam maupun senjata api dalam hikayat dikatakan “raja si ujud tapoeh han mate, taseubude han lhuet” (raja si ujud dipukul tidak mati ditembak senjata api tidak mempan), tetapi dapat  di tangkap oleh panglima Malem Dagang dengan menggunakan ilmu berkelahi Geudeu-Geudeu (semacam ilmu bela diri) yang sangat terkenal di Aceh, sampai sekarang masih berkembang di wilayah Kecamatan Meureudu, Trienggadeng, Beureunuen, Simpang Tiga, Caleu dan beberapa kecamatan lainnya di Kabupaten Pidie.


Sekembalinya panglima Malem Dagang dari Semenanjung Malaya beliau tidak aktif dalam pembangunan, hanya membantu pemerintahan negeri Meureudu. Hingga akhirnya beliau mangkat dan dimakamkan di gampong Meunasah Kumbang Ulim Tunong (Kecamatan Ulim sekarang), pada tahun 1650 M.(an)



Sumber :

Norman iskandar, Pidie jaya dalam lintasan sejarah, 2011, jaroe aceh publishing.

Syech asy’ary. drs. Meureudu dalam lintasan sejarah, 1998, banda aceh.



Baca Juga:



EmoticonEmoticon