4/26/2019

Rumoh Aceh Peninggalan Uleebalang Krueng Seumideun

 Foto: Rumoh Aceh Meuntroe Krueng Seumideun, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie

Tanggal 21 februari 2018 lalu, tim Beulangongtanoh kembali menyelusuri tempat bersejarah. Kali ini tujuannya mengarah ke Selatan Kota Sigli, tepatnya Gampong Krueng Seumideun Kecamatan Peukan Baro. Menurut informasi di wilayah itu terdapat sebuah Rumoh Aceh peninggalan dari Uleebalang Krueng Seumideun.
Perjalanan yang di tempuh kira-kira sejauh 5 km untuk sampai ke Gampong Krueng Seumideun. Suasana siang itu sedikit mendung, sawah dan pohon bambu menjadi pemandangan di sepanjang jalan. Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama 15 menit kami sampai di tujuan.

Rumah yang terletak tepat di tengah-tengah pekarangan itu tampak sepi, seperti tidak berpenghuni. Kamipun bertanya kepada warga sekitar yang duduk di warkop tepat di depan Rumoh Aceh tersebut. Seorang warga mengatakan bahwa Rumoh Aceh tersebut milik seorang Uleebalang. Lebih jelasnya bapak tersebut langsung menyuruh kami untuk bertanya kepada sang pemilik rumah.

Tak menunggu lama, kami langsung menjumpai pemilik Rumoh Aceh tersebut. Kedatangan kami langsung disambut dengan sangat baik oleh pemilik rumah dan langsung mempersilahkan kami untuk masuk. Sambil melepas lelah kami menjelaskan sedikit maksud kedatangan kami ke rumah tersebut yang ingin mengetahui sedikit sejarah tentang Rumoh Aceh yang bersejarah di wilayah Krueng Seumideun itu.

Setelah mengetahui maksud kedatangan kami, sang pemilik Rumoh Aceh langsung menjelaskan tentang sejarah Rumoh Aceh tersebut. Ibu Cut Tazaina (45), menjelaskan bahwa Rumoh Aceh tersebut milik dari Teuku Ma’e, beliau ialah Uleebalang Krueng Seumideun yang begelar Meuntroe Krueng Seumideun. Cut Tazaina juga menjelaskan bahwa Rumoh Aceh dengan 24 tiang penyangga ini  telah beumur lebih kurang 200 tahun.

Sedikit penjelasan tentang gelar yang tersemat pada Uleebalang Krueng Seumideun. Gelar tersebut adalah gelar yang diberikan oleh kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Selain gelar Meuntroe, Sultan Iskandar Muda juga memberikan gelar lain sepeti Bentara, Mugoe dan Laksamana kepada Uleebalang Pidie pada saat itu.

 Foto: Rumoh Santeut Meuntroe Krueng Seumideun, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie

Walaupun telah berumur ratusan tahun, Rumoh Aceh Meuntroe Krueng Seumideun masih berdiri kokoh hingga sekarang. Banyak terdapat ukiran-ukiran di setiap sudut Rumoh Aceh ini yang masih terjaga keasliannya. Hanya saja beberapa bagian dari Rumoh Aceh tersebut telah rusak dimakan usia dan telah di ganti seperti lantai yang telah lapuk dan di gantikan dengan yang baru. Di bagian dindingnya pun ada yang telak rusak. Di Rumoh Aceh tersebut dulunya terdapat Rumoh Miyub seperti halnya yang terdapat di Rumoh Aceh Bentara Reubee ataupun Rumoh Aceh milik Bentara Pineung. Hanya saja Rumoh Miyub tersebut telah lama di bongkar dan hanya meninggalan tiang-tiang beton yang sudah roboh.

Selain itu, bergerak ke Selatan tidak jauh dari Rumoh Aceh tersebut juga terdapat sebuah rumah tradisional lainnya yang mirip dengan Rumoh aceh yaitu Rumoh Santeut. Rumah tersebut masih kepunyaan dari keluarga Meuntroe Krueng Seumideun. Rumoh Santeut ini masih berdiri kokoh di tengah sepetak tanah yang luas dikelilingi pohon melinjo di sekitarnya. Rumah ini masih terjaga bentuk keasliannya.

 Foto: Jeungki (penumbuk padi) di bawah Rumoh Santeut Meuntroe Krueng Seumideun

Mengenai Rumoh Santeut, sedikit penjelasan bahwa Rumoh Santeut atau Tampong Limoeng merupakan rumah adat Aceh yang digunakan sebagai tempat tinggal sehari-hari dari keluarga Uleebalang atau masyarakat Aceh yang berpenghasilan rendah. Perbedaan antara Rumoh Santeut dengan Rumoh Aceh terletak pada ketinggian bangunan dan lantai setiap bagian rumah memiliki ketinggian yang sama. Tidak seperti Rumoh Aceh yang memiliki ruang tengah lebih tinggi dibandingkan dengan ruang depan dan belakang. Karena perbedaan ketinggian inilah Rumoh Aceh memiliki istilah Seuramoe Keue, Seuramoe Likot dan Seuramoe Teungoh. Lain halnya dengan Rumoh Santeut yang tidak memiliki bagian-bagian tersebut disebabkan ketinggian lantainya sama/sejajar.

Sudah sepatutnya kita sama-sama untuk saling menjaga peninggalan sejarah seperti Rumoh Aceh ini. Selain dijadikan sebagai identitas daerah, dengan kita menjaga warisan sejarah tersebut kita telah menyelamatkan generasi muda dari ketidaktahuan tentang sejarah bangsanya sendiri.(zk)

Baca Juga:



EmoticonEmoticon