2/06/2021

Syaikh Burhanuddin Gigieng

Foto : Makam Syaikh Burhanuddin terdapat dalam sebuah cungkup dan di pagari dengan pagar beton, Gampong Masjid Gigieng, Mukim Gigieng, Kec Simpang Tiga, Kab Pidie

Aceh memiliki segudang sejarah masa  lalu yang patut di pertahankan dan di lestarikan. Sejarah mencatat bahwa Aceh dulunya adalah merupakan negeri penghasil rempah-rempah yang dikenal hingga ke Eropa, tidak heran mengapa banyak Bangsa yang datang untuk mengambil rempah-rempah tersebut baik secara paksa atau tidak dan membawa pulang ke negeri mereka msing-masing.


Oleh karena itu Sultan Aceh memerlukan strategi untuk memperkuat wilayahnya dari serangan musuh pada saat itu, maka di bentuklah angkatan perang yang sangat lengkap baik darat maupun laut, serta langsung di bawah komando Sultan yang memimpin Aceh. Dengan persenjataan yang sangat memadai mereka berhasil menjadikan Portugis pada saat itu kewalahan untuk meghadapi pasukan-pasukan Aceh.


Pembuat senjata ketika itu berperan sangat penting bagi Kesultanan Aceh.Bagaimana tidak merekalah para pembuat senjata yang handal.Senjata seperti pedang, tombak, rencong, dan pastinya senjata api juga di buat dari tangan-tangan mereka. Beberapa daerah bahkan sangat terkenal sebagai tempat penghasil senjata, seperti Gampong Pande di Banda Aceh dan Gampong Gigieng di Pidie.


Saat Aceh kewalahan dalam menghadapi serangan dari penjajah Portugis, Sultan Aceh Darussalam pada saat itu di bawah kuasa Sultan Alauddin Riayat Syah(1537-1568) mencari solusi dengan menjalin kerjasama dengan penguasa Turki yang saat itu di pimpin oleh Khalifah Ottoman. Bak gayung tersambut, Turki langsung mengirim para ahli perang dan ahli senjata ke Aceh untuk membantu para penjuang di medan pertempuran.


Foto : Tampak kaligrafi pada cungkup makam Syaikh Burhanuddin, Gampong Masjid Gigieng, Mukim Gigieng, Kec Simpang Tiga, Kab Pidie


Syaikh Burhanuddin termasuk dalam utusan tersebut. Beliau adalah seorang ulama besar yang dikirim oleh Khalifah Ottoman ke Aceh dalam misi hubungan kerja sama militer pada saat itu.  Dalam pasukan tersebut juga terdapat beberapa ahli, seperti ahli pandai besi, ahli meriam, ahli berkuda, ahli memanah, dan pastinya ahli strategi perang yang dipimpin langsung oleh Syaikh Burhanuddin.


Setelah perang beliau menetap di Aceh dan beliau mempersunting seorang wanita asal Gigieng Aceh Besar lalu pindah ke Pidie dan menepati wilayah pelabuhan Pedir. Dari pernikahan tersebut beliau di anugerahi 12 orang anak, 8 putra dan 4 putri, salah satu   putra beliau bernama Syaikh Abdussalam bin Syaikh Burhanuddin atau yang lebih di kenal sebagai Tgk Syik di Waido.


Syaikh Burhanuddin meninggal di gampong Gigieng Kabupaten Pidie dan di makamkan langsung di Gampong tersebut, akan tetapi sangat di sayangkan makam seorang ulama besar seperti beliau tampak tidak terurus dengan baik. Hanya ada sebuah cungkup tua yang menutupi makam beliau, bahkan yang lebih di sayangkan lagi makam beliau tidak dimasukkan kedalam situs cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan setempat.


Kurangnya data yang kongkrit tentang riwayat hidup beliau menjadikan informasi yang di dapat masih minim. Semoga kedepannya kita mengharapkan  masyarakat dan Pemerintah setempat lebih memperhatikan dan menjaga situs sejarah yang sangat berharga seperti ini supaya generasi Aceh selanjutnya mengetahui sejarah tentang Aceh.(an)





Baca Juga:



EmoticonEmoticon