Breuh Tum Cemilan Yang Masih Eksis Sampai Sekarang
Foto : Proses pembuatan breuh tum di Gampong Jurong Kupula, Mukim Garot, kec Indrajaya, Kab Pidie
Aceh memiliki kekayaan akan kuliner tradisional yang tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia, namun di antara ribuan makanan tradisional Aceh ada beberapa makanan tradisional yang mulai jarang bahkan hilang dalam masyarakat Aceh.
Breuh tum merupakan salah satu makanan tradisional Aceh yang sudah jarang kita jumpai, bahkan banyak dari masyarakat Aceh khususnya Pidie saat ini tida pernah melihat lagi breuh tum itu apa terlebih lagi proses pembuatannya.
Mengulas sedikit mengenai sejarah dari makanan tradisional khas Pidie yang sekarang mulai terpinggirkan dengan hadirnya makanan-makanan instan, dan juga anak-anak yang sudah jarang makan makanan tradisional Aceh.
Breuh tum adalah makanan trdisional Aceh yang terbuat dari bahan dasar beras, dulunya breuh tum di jadikan sebagai cemilan saat panen padi, biasanya di hidangkan dengan gula ataupun dengan parutan kelapa, dalam perkembangan selanjutnya breuh tum juga di sajikan bersamaan dengan pisang thok atau minum lainnya, selain itu breuh tum juga di olah sebagai jajanan anak-anak dengan cara di campurkan dengan air gula dan di cetak petak-petak hingga mengeras atau biasa disebut kue kepang.
Foto : Breuh tum yang telah jadi di Gampong Jurong Kupula, Mukim Garot, Kec Indrajaya, Kab Pidie
Proses pembuatannya sendiri tidak terlalu rumit seperti pada makanan tradisional Aceh lainnya, hanya saja para pembuatnya tidak ramai atau banyak seperti pada pembuatan kue tradisional pada umumnya. Makanan ini berbahan dasar beras yang telah di takar lalu di masukkan kedalam sebuah oven yang unik, kenapa dikatakan unik karena ovennya berbentuk seperti barbell ukuran besar dan terdapat alat atau stiur sebagai alat putarannya. Ovennya sendiri buatan jepang yang di datangkan dari Medan.
Seperti yang di jelaskan oleh bapak jailani (62) asal meunasah Tuha Lala Kecamatan Mila, pertama beras yang sudah di takar dalam 4 kaleung susu kecil di masukkan dalam oven dan selanjutnya di sangrai dengan suhu yang panas dengan cara ovennya di putar-putar hingga beras yang di masukkan tadi panasnya merata selama 10 menit, setelah itu breuh tum sudah di keluarkan dengan cara di masukkan kepala oven dalam karung goni lalu ditarik bagian belakang atau kunci penutup oven tersebut dengan suara khas dentumannya, Tummmmm……!
Pak jailani juga menjelaskan dari tahun 1980 beliau menjalankan usaha pembuatan breuh tum banyak daerah atau gampong yang telah beliau singgahi mulai dari wilayah Pidie hingga ulee glee Pidie jaya beliau datangi, beliau akan singgah di setiap tempat yang sawahnya telah panen, biasanya pada satu tempat atau gampong beliau akan tinggal selama seminggu sampai dua minggu tergantung daerah tersebut jauh atau dekat. Dalam sekali pembuatan breuh tum di kenakan biaya satu mok (kaleng susu kecil) lima ribu rupiah.
Selain bapak jailani ada juga beberapa orang lainnya yang mempunyai usaha sama seperti beliau seperti yang dikatakannya ada Bbua Noh trubue, Abua Mae Bluek, mereka semua masih melanjutkan usahanya sampai sekarang meskipun masyarakat sudah banyak yang lupa tapi dengan adanya mereka kita mengharapkan breuh tum kembali eksis seperti masa lalu.(an)
Komentar
Posting Komentar