6/25/2022

Teungku Syik di Coeh, Ulama Aceh Keturunan Gujarat

Foto : Makam Syaikh Muhammad Sultan Shahib atau lebih dikenal dengan sebutan lakab Teungku Syik di Coeh, Gampong Pulo Gajah Mate, Mukim Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.

Ketika Islam melakukan eksvansi Eropah dan Asia, sebagian besar pedagang-pedagang Arab, Persia, Turkistan, Gujarat/India dan Cina melakukan pelayaran laut terutama melalui Samudra Hindia dan Selat Malaka sejak abad ke-9 sampai 14 Masehi. Mereka giat melakukan perdagangan, serta aktif memperkenalkan agama dan kebudayaan Islam pada penduduk setempat. Di antara wilayah-wilayah yang mereka lewati menjadi pusat transaksi barang-barang dan kegiatan Islam, diantaranya Kuala Gigieng/Lheue, Nyong, Meureudu, Samalanga sampai Samudra Pasai pada abad ke-14 Masehi (Zainuddin (1961: 19). 


Berdasarkan rute-rute yang dilewati oleh pedagang atau saudagar Arab, Gujarat dan Canton/Cina di kawasan Selat Malaka, telah ada orang-orang Islam di pesisir pantai dan berdomisili di mana mereka tinggal dewasa itu. Hal ini dapat dibuktikan bahwa daerah-daerah yang terletak dipesisir pantai utara Pidie sebagian besar didomisili oleh orang-orang berasal dari India Kalingga, misalnya Gajah Aye, Pidie, Reubee, Gigieng, Ie Leubeue, Nyong, Pante Raja sampai Meureudu. Lokasi tersebut penduduknya mirip dengan orang-orang muslim dari Gujarat India dan Kalingga. Menurut Husaini Ibrahim (2014: 5) dikemukakan bahwa “para pedagang merupakan golongan yang membawa Islam pertama masuk ke Aceh. Mereka membawa agama Islam ke Aceh sambil berdagang”.


Pedagang-pedagang tersebut, selain melakukan transaksi barang dagangan di setiap kuala pesisir Aceh juga menyebarkan agama Islam dengan cara perkawinan, membuka pusat-pusat peribadatan Islam di sekitar kota/peukan dan dakwah ke perkampungan penduduk.


Foto : Anggota Komunitas Beulangong tanoh mengunjungi makam Syaikh Muhammad Sultan Shahib atau Teungku Syik di Coeh, Gampong Pulo Gajah Mate, Mukim Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.


Gigieng salah satu Gampong terletak di pesisir utara Pidie dan bandar strategis yang berhadapan dengan kawasan Selat Malaka. Dulu namanya Peukan Gigieng (Keude Gigieng), sekarang statusnya menjadi kemukiman bagian dari wilayah administratif Kecamatan Simpang Tiga, dan Kabupaten Pidie dengan ibukota Sigli. selanjutnya H.M. Jamil mengemukakan bahwa untuk wilayah Gigieng-Peukan Tuha, kala itu juga tersedia rute keluar-masuk armada tongkang ke Gudang untuk bongkar muat barang-barang di dermaga jembatan Keuranji, sehingga nama gudang tersebut lahir satu kampung namanya “Geudeueng Peukan Tuha”. Nah lokasi inilah Gigieng dijadikan pusat penyimpanan barang-barang dagangan yang dipasok dari negeri Arab, India dan Cina. Di sini pula tersedia tempat penginapan khusus saudagar-saudagar besar atau Tuan Besar, asal Gujarat/India. Menurut keterangannya di kampung Geudeung dan Blang Pantee ada bekas Tongkang tenggelam di lokasi jalur Jembatan Keuranji, yaitu sewaktu masih jayanya Gigieng bahwa Jembatan Keuranji bisa menghubungkan antara Geudeung Peukan Tuha dengan Lampoih Weng/Polo Raya terus menghubungkan ke Gigieng Polo Gang sebagai pusat transaksi perdagangan hingga ke Kuala Peukan Lheue.


Di Gampong Meunasah Pulo Gajah Mate terdapat satu makam ulama yang masyarakat sekitar menyebut Teungku Syik di Coeh atau nama bernama lengkap Syaikh Muhammad Sultan Shahib yang ayahnya keturunan Gujarat india.


Syaikh Muhammad Sultan Shahib adalah anak dari Syaikh Abdul Kadir Shahib, ayahnya adalah seorang ulama dan duta luar negeri dari Kesultanan Aceh Darussalam untuk negeri Gujarat yang pada saat itu di pimpin oleh Sultan Mahmud Syah. Setelah ayah beliau wafat Teungku Syik di Coeh melanjutkan kegiatan mengajar dan membangun sebuah dayah di kampung halamannya Pulo Gajah Mate.


Silsilah yang terdapat pada makam Teungku Syik di Coeh menjelaskan bahwa ayah beliau Syaikh Abdul Kadir Shahib menikah dengan putri Syaribanun anak dari Sultan Aceh Darusalam Mansyur Syah dan melahirkan beliau.(an)



Baca Juga:



EmoticonEmoticon